Rabu, 15 Februari 2017

Makalah AIK 3 : Seni dalam Tinjauan Hukum Islam

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun  panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang atas limpahan rahmat dan nikmat-Nya, penyusun dapat menyelesaikan makalah ini .
            Makalah berjudul “  Seni Budaya Islam “  ini saya susun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah  Al-Islam dan Kemuhammadiyahan 3  yang diampu oleh Bapak Drs. KH. Djam’an Muhyidin.
Dalam menyelesaikan makalah ini, penyusun tak lepas dari bantuan, bimbingan serta motivasi dari berbagai pihak yang tidak mungkin penyusun sebutkan satu per satu .
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penyusun mengharap kritik dan saran yang membangun demi tersusunnya makalah yang sempurna. Akhirnya, penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat.



Penyusun















DAFTAR ISI

Halaman
Kata Pengantar ..........................................................................................................  1   
Daftar Isi                                                                                                                      2

BAB I : Pendahuluan
A.    Latar Belakang ..............................................................................................   3
B.    Rumusan Masalah .........................................................................................   3
C.    Tujuan ............................................................................................................   4

BAB II : Pembahasan
A.    Dasar Hukum tentang Seni secara Umum .....................................................   5
B.    Pendapat Ulama’ tentang Seni Lukis ............................................................  11
C.    Dakwah Kultural melalui Seni Lukis ............................................................  14

BAB III : Penutup
A.    Simpulan ........................................................................................................  16
B.    Saran ..............................................................................................................  17

Daftar Pustaka ..........................................................................................................  18







BAB I
PENDAHULUAN

A.             LATAR BELAKANG
Seni adalah keindahan yang merupakan ekspresi ruh dan budaya manusia yang mengandung dan mengungkapkan keindahan. Seni lahir dari sisi terdalam manusia dan jika diperhatikan kandungan utama pesan suci al-Quran adalah tauhid (Quraish Shihab, 2007: 386). Mulai dari ayat pertama al-Quran yang memerintahkan membaca terkandung  isyarat kepada  manusia untuk membaca dan memperhatikan segala sesuatu, kemudian menemukan keagungan, kesempurnaan dan keindahan Allah sebagai Zat yang Maha Mencipta.
Seni rupa khususnya seni lukis berkembang pesat di dalam islam pada abad ke-7 M. Pada saat itu, yang dihasilkan hanya lukisan miniatur atau lukisan yang berukuran kecil. Biasanya lukisan dijadikan sebagai ilustrasi buku. Baru pada abad ke-17 M muncul lukisan berukuran besar yang dilukis di dinding.
Di dalam Islam banyak sekali pendapat mengenai seni lukis, baik yang pro maupun kontra. Pendapat yang pro beranggapan bahwa hasil ciptaan manusia dalam seni lukis tidak bisa menyamai ciptaan Tuhan, sehingga hanya dianggap sebagai penjiplakan dan ingin memperlihatkan keagungan ciptaan Tuhan. Sementara itu, pendapat yang kontra beranggapan  bahwa hasil ciptaan manusia dalam seni lukis ingin menyamai kesempurnaan bentuk ciptaan Tuhan. Oleh karena itu, terjadi kotroversi dikalangan Islam mengenai seni lukis ini sampai sekarang, sehingga menjadi topik yang cukup menarik untuk dibahas lebih jelas agar tidak ada lagi keragu-raguan dalam melukis.

B.              RUMUSAN MASALAH
1.               Bagaimanakah dasar hukum seni dalam islam ?
2.               Bagaimanakah pendapat ulama mengenai seni, terutama seni lukis ?
3.               Bagaimanakah dakwah kultural melalui seni lukis ?



C.             TUJUAN
1.               Memahami dasar hukum seni dalam islam.
2.               Memahami pendapat ulama mengenai seni, terutama seni lukis.
3.               Memahami dakwah kultural melalui seni lukis.



















BAB II
PEMBAHASAN

A.             DASAR HUKUM TENTANG SENI SECARA UMUM
Allah SWT berfirman,
إِنا زَيَّنَّا السَّمَاء الدُّنْيَا بِزِينَةٍ الْكَوَاكِبِ , وَحِفْظاً مِّن كُلِّ شَيْطَانٍ مَّارِدٍ
Sesungguhnya Kami telah menghias langit yang terdekat dengan hiasan, yaitu bintang-bintang, dan telah memeliharanya (sebenar-benarnya) dari setiap syaitan yang sangat durhaka, (QS. Ash-Shaffat, 37:6-7)

وَالأَنْعَامَ خَلَقَهَا لَكُمْ فِيهَا دِفْءٌ وَمَنَافِعُ وَمِنْهَا تَأْكُلُونَ وَلَكُمْ فِيهَا جَمَالٌ حِينَ تُرِيحُونَ وَحِينَ تَسْرَحُونَ
Dan Dia telah menciptakan binatang ternak untuk kamu; padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai-bagai manfa`at, dan sebahagiannya kamu makan.Dan kamu memperoleh pandangan yang indah padanya, ketika kamu membawanya kembali ke kandang dan ketika kamu melepaskannya ke tempat penggembalaan. (QS. Al-Nahl, 16:5-6)

Pada ayat di atas digambarkan bagaimana Allah menghiasi alam semesta yang diciptakan-Nya dan membolehkan manusia untuk memandangnya dan menikmati keindhannya serta melukiskan keindahan tersebut sesuai dengan subjektifitas perasaannya.
Dengan demikian, keindahan alam raya sesungguhnya memiliki peran dan fungsi dalam hal membuktikan keesaan dan kekuasaan Allah. Mengabaikan sisi-sisi keindahan ciptaan Allah berarti mengabaikan salah satu dari bukti keesaan Allah. Bahkan Immannuel Kant dan Syaikh Abdul Halim Mahmud mengatakan, “Bukti terkuat tentang wujud Allah terdapat dalam rasa manusia”. Imam al-Ghazali juga menulis:
من لم يحركه الربيع وأزهارها والعود وأوتاره فهو فاسد المزاج ليس له علاج
Siapa yang tidak terkesan hatinya di musim bunga dengan kembang-kembangnya, atau oleh alat musik dan getaran nadanya, maka fitrahnya telah mengidap penyakit parah yang sulit diobati
Rasulullah saw sendiri pernah memakai pakaian yang indah. Bahkan suatu ketika beliau memperoleh hadiah berupa pakaian yang bersulam benang emas, lalu beliau naik ke mimbar, namun beliau tidak berkhutbah dan kemudian beliau turun. Para sahabat kagum dengan baju itu, sampai mereka memegang dan merabanya. Kemudian Rasulullah bersabda,
أتعجبون من هذا ؟ قالوا ما رأينا ثوبا قط أحسن منه فقال ص.م لمنا ويل سعد بن معاذ في الجنة أحسن مما ترون (رواه الترمذي عن مغيرة بن ثعبة)
“Apakah kalian mengagumi baju ini?” Mereka berkata, “kami sama sekali belum pernah melihat pakaian lebih indah dari ini”. Nabi bersabda,” sesungguhnya sapu tangan Sa’Ad bin Muadz di surga jauh jauh lebih indah dari yang kalian lihat”.
Keterangan di atas menunjukkan bahwa Islam sangat menghargai keindahan. Namun demikian, kenapa warna kesenian kurang muncul pada masa Nabi, bahkan terkesan ada pembatasan-pembatasan?. Dijelaskan oleh Sayyid Quthb bahwa pada masa Rasulullah dan para sahabat, proses penghayatan nilai-nilai Islam baru di mulai, bahkan sebagian mereka baru dalam tahap upaya membersihkan gagasan-gagasan Jahiliyyah yang telah meresap selama ini dalam benak dan jiwa masyarakat, sehingga kehati-hatian amat diperlukan baik dari Nabi sendiri sebagai pembimbing maupun dari kaum muslimin lainnya.
Atas dasar inilah kaum muslimin sekarang harus memahami larangan-larangan berkaitan dengan adanya larangan tertentu yang berhubungan dengan seni tertentu. Di antara bentuk karya seni yang terdapat adanya larangan tersebut adalah:
1.    Seni Lukis, Pahat, dan Patung
Di antara larangan-larangan yang berhubungan dengan seni lukis dan patung sebagaimana diungkap oleh Yusuf Qaradhawi (2011: 109-111), tentang Hadits-Hadits yang melarang patung dan gambar sebagaimana dapat dijumpai dalam kitabnya “Halal dan Haram” , sebagaimana dijelaskan di bawah ini.
Islam mengharamkan patung-patung yang terdapat di dalam rumah tangga muslim bahkan malaikat pembawa rahmat akan menjauh dari rumah tersebut jika di dalamnya terdapat patung-patung. Hal ini sebagaimana ditemukan dalam Hadits:
إن الملائكة لا تدخل بيتا فيه تماثيل (رواه البخاري ومسلم)
Sesungguhnya malikat tidak akan masuk rumah yang di dalamnya terdapat patung (HR. Bukhari dan Muslim)
إن من أشدِّالناس عذابا يوم القيامة الذين يصورون هذه الصور (رواه متفق عليه)
Sesungguhnya di antara orang yang paling berat siksaannya pada hari kiamat ialah orang yang menggambar gambar-gambar ini (HR. Muttafaq ‘alaih)
من صور صورة كلّف يوم القيامة أن ينفخ فيها الروح وليس بنافخ فيها أبدا (رواه البخاري وغيره)
Barangsiapa membuat gambar maka pada hari kiamat nanti Allah akan memaksanya agar meniupkan ruh padanya, padahal selamnya ia tidak akan dapat meniupkan ruh itu padanya (HR Bukhari dan lainnya).     
Dalam sebuah Hadits Qudsi juga ditemukan pelarangan yang sama,
ومن أظم ممّن ذهب يخلق كخلقي ؟ فيخلقوا ذرّة فيخلقوا شعيرة (رواه متفق عليه)
Siapakah yang lebih zhalim dari pada orang yang hendak menciptakan sesuatu seperti ciptaan-Ku? Karna itu cobalah mereka membuat sebutir dzarrah (atom) atau membuat sebutir anggur (HR. Muttafaq ‘alaih)        
Berkenaan dengan Hadits-Hadits di atas, Yusuf Qardhawi (2011:110 & 129-130) menjelaskan bahwa Islam melakukan tindakan preventif terhadap tergelincirnya akidah umat Islam kepada akidah yang salah sebagaimana yang dianut oleh kaum Jahiliyyah masa lalu. Yusuf Qaradhawi agaknya lebih melihat teks Hadits di atas ketimbang melihat konteksnya sehingga ia berpandangan akan keharaman seni lukis, pahat, dan patung tersebut kecuali boneka mainan untuk anak-anak dan patung kue yang ditujukan untuk di makan.
Dalam hal seni lukis, pahat, dan patung ini terdapat ayat al-Quran yang berbicara tentang patung pada beberapa surat. Yaitu:
فَجَعَلَهُمْ جُذَاذاً إِلَّا كَبِيراً لَّهُمْ لَعَلَّهُمْ إِلَيْهِ يَرْجِعُونَ
Maka Ibrahim membuat berhala-berhala itu hancur berpotong-potong, kecuali yang terbesar (induk) dari patung-patung yang lain; agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya. (QS. Al-Anbiya’, 21: 58)        
Pada ayat di atas digambarkan bahwa Nabi Ibrahim menghancurkan patung-patung yang dijadikan sembahan oleh masyarakat pada zamannya, namun Ibrahim tidak menghancurkan  patung yang paling besar dengan tujuan agar melalui patung yang paling besar ini Nabi Ibrahim ingin membuktikan bahwa patung-patung yang mereka sembah sangat tidak layak untuk dijadikan sembahan. Hal ini dapat ditemukan pada QS. Al-Anbiya’, 21: 63-64. Berdasarkan kisah Ibrahim ini, maka dapat dipahami bahwa yang menjadi persoalan sesungguhnya bukan pada patungnya, namun pada sikap terhadap patung tersebut.
Dalam surat Saba’, 34: 12-13 juga ditemukan uraian tentang nikmat yang diberikan Allah kepada Nabi Sulaiman.
وَلِسُلَيْمَانَ الرِّيحَ غُدُوُّهَا شَهْرٌ وَرَوَاحُهَا شَهْرٌ وَأَسَلْنَا لَهُ عَيْنَ الْقِطْرِ وَمِنَ الْجِنِّ مَن يَعْمَلُ بَيْنَ يَدَيْهِ بِإِذْنِ رَبِّهِ وَمَن يَزِغْ مِنْهُمْ عَنْ أَمْرِنَا نُذِقْهُ مِنْ عَذَابِ السَّعِيرِ يَعْمَلُونَ لَهُ مَا يَشَاءُ مِن مَّحَارِيبَ وَتَمَاثِيلَ وَجِفَانٍ كَالْجَوَابِ وَقُدُورٍ رَّاسِيَاتٍ اعْمَلُوا آلَ دَاوُودَ شُكْراً وَقَلِيلٌ مِّنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ
Dan Kami (tundukkan) angin bagi Sulaiman, yang perjalanannya di waktu pagi sama dengan perjalanan sebulan dan perjalanannya di waktu sore sama dengan perjalanan sebulan (pula) dan Kami alirkan cairan tembaga baginya. Dan sebahagian dari jin ada yang bekerja di hadapannya (di bawah kekuasaannya) dengan izin Tuhannya. Dan siapa yang menyimpang di antara mereka dari perintah Kami, Kami rasakan kepadanya azab neraka yang apinya menyala-nyala. Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya dari gedung-gedung yang tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di atas tungku). Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih.(QS. Saba’, 34: 12-13)    
Al-Qurthubi menyebutkan bahwa patung-patung yang dibuatkan untuk Sulaiman tersebut terbuat dari kaca, marmer, dan tembaga. Konon patung-patung tersebut menampilkan ulama dan nabi-nabi terdahulu. Pembicaraan al-Quran tentang patung-patung juga dapat ditemukan pada surat-surat lain misalnya , QS. Ali Imran, 3:48-49 dan QS. Al-Maidah, 5: 110 yang menyebutkan tentang mu’jizat Nabi Isa yang membuat patung burung dari tanah liat kemudian ditiupnya hingga menjadi burung yang sebenarnya. Pada QS. Al-A’raf, 7: 73-74, QS. Asy-Syu’ara’, 26:155-156, dan QS. Asy-Syams, 91: 13-15 yang menceritakan keahlian kaum Tsamud dalam melukis dan memahat. Kepada kaum ini ditunjukkan mu’jizat oleh Nabi Shaleh dengan keluarnya unta yang hidup dari batu karang .
Bersadarkan penjelasan al-Quran di atas, maka Muhammad Ath-Tahir bin Syur memaparkan bahwa pelarangan Islam terhadap patung lebih dikarenakan oleh sebab Islam ingin mengikis habis tradisi Bangsa Arab yang menjadikan patung sebagai sembahan mereka. Jadi pengharamannya terletak pada kebiasaan menjadikan patung sebagai sembahan, bukan pada patungnya. Bahkan Muhammad Imarah menegaskan bahwa apabila seni dapat dijadikan membawa mamfaat bagi manusia, sebagai hiasan dan menjadikan kehidupan menjadi indah, maka Islam sangat mendukungnya (Quraish Shihab, 2007: 394). Penjelasan ini tentunya juga dapat ditambahkan, jika seni pahat, lukis, dan patung justru dijadikan sebagai sarana untuk mempersekutukan Allah atau sebagai sarana bermaksiat kepada Allah, maka dengan sendirinya seni seperti itu duhukum haram oleh Allah. Tetapi jika tidak ditujukan kepada hal-hal yang dimurkai Allah seperti kesyirikan, maka seni dalam bentuk ini tidak dilarang.
2.    Seni Suara  (nyanyian) dan Musik
Yusuf Qaradhawi (2011:345-350) memiliki pandangan yang berbeda dengan nyanyian dan musik. Dalam hal nyanyian, ia malah memandang dibolehkannya nyanyian dan musik. Islam memperbolehkan nyanyian asalkan tidak kotor, cabul, dan mengajak berbuat dosa. Hal ini didasarkannya kepada beberapa Hadits sebagai berikut:
عن عائشة رضي الله عنها أنها زَفَّتِ امرأةً الى رجل من الأنصار فقال النبي ص م ياعائشة ماكان معهم من لَهْوٍ فإن الأنصار يعجبهم اللَّهوُ (رواه البخاري)
Dari ‘Aisyah r.a bahwa ketika ia mengantarkan pengantin perempuan ke tempat laki-laki Anshar, Nabi saw bertanya,”Wahai ‘Aisyah, apakah mereka diiringi dengan hiburan? Karena orang-orang Anshar suka dengan hiburan (HR. Bukhari)
زوَّجت عائشة ذات قرابة لها من الأنصار فجاء رسول الله ص م أهديتُهم الفتاة ؟ قالوا نعم قال أرسلتم معها من يغني ؟ قالت لا . فقال رسول الله ص م إن الأنصار قوم فيهم غَزَل فلو بعثتم معها من يقول أتيناكم أتيناكم فحيَّانا وحيَّاكم (ابن ماجه)
Aisyah pernah menikahkan kerabatnya dari Anshar, kemudian Rasulullah saw datang seraya bertanya, “Apakah kamu akan memberi hadiah kepada gadis itu?’ Meraka menjawab, ‘Ya”. Beliau bertanya lagi, “ Apakah kamu kirim bersamanya seseorang untuk bernyanyi?” Aisyah menjawab, ‘Tidak’. Lalu Rasulullah saw bersabda, “ Sesungguhnya kaum Anshar adalah kaum yang suka merayu, maka alangkah baiknya kalu kamu kirimkan bersama gadis itu orang yang mengatakan (menyanyikan): ‘Kami datang, kami datang, selamat datang kami, selamat datang kamu”. (HR. Ibn Majah)           
Imam al-Ghazali menyebutkan dalam  Ihya’ bahwa Hadits-Hadits tentang nyanyian dua wanita (yang memuja kepahlawanan para syahid di Badar), permainan orang Habasyah di Masjid Nabi saw,   dll terdapat dalam Shahihain, dan ini merupakan nash yang jelas bahwa menyanyi dan bermain itu boleh. Sehingga dengan demikian, bermain anggar seperti permainan orang Habasyah, bermain di Masjid, bernyanyi, bermusik dan memukul gendang merupakan hal-hal yang dibolehkan oleh agama. Bahkan Yusuf Qaradhawi juga menegaskan bahwa Hadits-Hadits yang melarang nyanyian semuanya memiliki cacat. Ibn Hazm juga berkata, “Semua riwayat Hadits yang mengharamkan nyanyian adalah bathil dan maudhu’ (palsu)”. (Yusuf Qaradhawi, 2011: 346-348)
Qaradhawi (2011: 348) juga menambahkan bahwa sebagian ulama yang mengharamkan nyanyian, mendasarkan pendapatnya pada QS Luqman, (31) ayat 6, yang mengungkapkan tentang ungkapan “lahwul Hadits” (perkataan yang tidak berguna) dan menganggap nyanyian sebagai perkataan yang tidak berguna.
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَن سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُواً أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُّهِينٌ
Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan. (QS. Luqman, 31: 6)
Pada hal menurut Ibn ‘Azm bahwa yang dimaksudkan dengan lahwul Haditstersebut adalah perbuatan atau sesuatu yang memiliki sifat yang apabila dilakukan bisa membawa pelakunya menjadi ingkar kepada Allah. Dengan demikian, menurut Ibn Hazm, mendengarkan nyanyian dengan maksud atau mengandung kemaksiatan kepada Allah, maka itu adalah fasik, termasuk segala hal yang lain. Namun jika nyanyian ditujukan untuk menghibur hati, agar hatinya lebih kuat melakukan ketaatan kepada Allah, berbuat kebajikan, maka hal itu adalah boleh dan dinilai baik. Namun jika seseorang mendengar nyanyian tanpa maksud untuk keta’atan dan tidak pula bermaksud keamaksiatan, maka hal itu dipandang sebagai perbuatan sia-sia yang dima’afkan.
Quraish Shihab (2007: 395) juga menjelaskan bahwa nyanyian yang dilarang adalah nyanyian yang menyebabkan  seseorang menjadi lengah dan lalai, atau nyanyian yang bersifat olok-olokan terhadap agama Allah. Seperti yang tergambar pada firman Allah:
أَفَمِنْ هَذَا الْحَدِيثِ تَعْجَبُونَ , وَتَضْحَكُونَ وَلَا تَبْكُونَ , وَأَنتُمْ سَامِدُونَ

Maka apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini? Dan kamu mentertawakan dan tidak menangis?  Sedang kamu melengahkan (nya)? (QS. Al-Najm, 53: 59-61)


B.              PENDAPAT ULAMA’ TENTANG SENI LUKIS
Menurut ijma’ ulama’  tentang seni lukis adalah sebagai berikut :
1.               Tingkat pertama, jenis lukisan (gambar) yang paling berat dosanya adalah gambar sesuatu yang disembah selain Allah. Ini menjadikan pelukisnya (pemahatnya) menjadi kafir apabila dia mengetahui tujuannya. Dalam hal ini gambar yang berbentuk itu lebih berat lagi dosanya dan pengingkaran kita terhadap-Nya. Juga setiap orang yang menyebarkan gambar itu atau mengagungkannya dengan cara apa pun, maka ia masuk ke dalam dosa itu sejauh keikutsertaannya.
2.               Tingkat yang kedua dalam besarnya dosa adalah orang yang menggambar sesuatu yang tidak untuk disembah, tetapi dimaksudkan untuk mengungguli ciptaan Allah SWT. Ini mendekati kekufuran dan dia berkait erat dengan niat orang yang menggambar.
3.               Satu tingkatan di bawahnya lagi adalah gambar-gambar yang berbentuk yang tidak disembah, tetapi diagungkan. Seperti gambar raja-raja, para pemimpin dan selain mereka dari tokoh-tokoh yang diabadikan dengan patung dan dipasang di lapangan dan tempat-tempat lainnya. Di sini sama antara yang utuh satu badan atau setengah badan.
4.               Tingkatan di bawahnya lagi adalah gambar-gambar yang berbentuk untuk setiap yang bernyawa, yang tidak disucikan dan diagungkan. Ini disepakati haramnya, kecuali mainan anak-anak atau yang dipakai untuk permen.
5.                Tingkatan di bawahnya lagi adalah gambar-gambar yang tidak berbentuk, berupa lukisan-lukisan yang diagungkan. Seperti lukisan para pengusaha, pemimpin dan lainnya, terutama yang ditempel atau digantung. Semakin kuat haramnya apabila mereka itu adalah orang-orang zhalim, fasik dan kafir, karena mengagungkan mereka berarti merobohkan Islam.
6.               Tingkatan di bawahnya lagi adalah gambar-gambar yang tidak berbentuk, mempunyai nyawa yang tidak diagungkan, tetapi sekedar untuk kemewahan. Seperti hiasan dinding, ini hukumnya makruh.
7.                Adapun gambar-gambar yang tidak bernyawa seperti pohon, kurma, lautan, kapal, gunung-gunung, awan dan sejenisnya dari pemandangan alam maka tidak berdosa bagi orang yang menggambarnya atau memasangnya, selama tidak mengganggu ketaatan atau tidak untuk kemewahan yang dimakruhkan.
8.                Adapun fotografi, pada dasarnya boleh, selama foto itu tidak diharamkan. Kecuali kalau sampai mengkultuskan seseorang, terutama dari orang-orang kafir atau fasik, Komunis dan para artis yang melecehkan nilai-nilai ajaran Islam.
9.               Terakhir, sesungguhnya patung-patung dan lukisan-lukisan yang diharamkan atau dimakruhkan, apabila diubah bentuknya atau dihinakan, maka berubah dari lingkup haram dan makruh ke lingkup halal. Seperti gambar-gambar di kain keset yang diinjak-injak oleh kaki dan sandal.

BEBERAPA MODEL PENAKWILAN
           Di antara para ulama, ada sebagian yang mencoba menakwilkan hadits-hadits shahih tentang haramnya gambar dan mengambilnya agar mereka bisa mengatakan itu semua diperbolehkan, sampai yang berbentuk sekalipun. Sebagaimana yang diceritakan oleh Abu 'Ali Al Farisi di dalam tafsirnya, dari orang yang memahami bahwa kata-kata "Al Mushawwirin" dalam hadits tersebut maksudnya adalah orang-orang yang membuat gambar yang berbentuk, yang menyerupai ciptaan Allah SWT. Ini dikemukakan oleh Abu Ali Al Farisi di dalam kitabnya Al Hujjah. Pendapat ini berlebihan dan tidak kuat.
Sebagaimana juga orang yang menyandarkan kepada apa yang diperbolehkan bagi Sulaiman AS, yang disebutkan dari dalam Al Qur'an sebagai berikut, "Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya dan gedung-gedung yang tinggi, dan patung-patung. . ." (Saba': 1 3) Mereka yang berpendapat demikian ini tidak menyertakan nasakhnya dalam syari'at kita bahwa dia telah dimansukh (dihapus). Pendapat ini dikemukakan oleh Abu Ja'far An-Nahhas, dan setelah itu diceritakan juga oleh Makky dalam tafsirnya "Al Hidayah ila Bulughin-Nihaayah." .
Seperti juga orang (ulama) yang memahami larangan di sini sekedar makruh, dan sesungguhnya kekerasan hukum itu teriadi ketika manusia masih dekat dengan masa jahiliyah, padahal sekarang kondisinya telah berubah. Pendapat ini bathil, karena saat ini masih banyak orang yang beragama Watsani, bahkan berjuta-juta jumlahnya. Memang pendapat ini pernah dikatakan oleh ulama sebelum mereka, tetapi dicounter oleh Imam Ibnu Daqiq Al 'Id, bahwa pendapat ini tidak benar karena dia menghilangkan alasan yang dikemukakan oleh syari' (hadits), yaitu mereka telah mengungguli ciptaan Allah SWT. Ibnu Daqiq mengatakan, "Alasan ini berlaku secara terus-menerus secara umum, tidak dibatasi oleh masa, dan bukan wewenang kita untuk mengalihkan makna nash-nash yang jelas dengan makna yang bersifat khayalan." .
Yang jelas bahwa pendapat ini tidak bisa memberi kepuasan kepada akal seorang Muslim, selain itu tidak sesuai dengan peradaban Islam dan kehidupan yang Islami, meskipun hal itu dilakukan oleh sebagian manusia di sebagian negara, sebagaimana yang kita lihat di Istana Merah di Granada, Andalusia (Spanyol).

ALTERNATIF UMUM BAGI PERADABAN ISLAM
Akan tetapi budaya Islam tidak menghendaki adanya gambar-gambar manusia dan binatang, terutama yang berbentuk dan telanjang. Yang dikehendaki adalah yang selain itu (yang tidak bernyawa) dan sesuai dengan aqidah tauhid, bukan yang berbentuk dan identik dengan patung-patung yang disembah, dengan segala macamnya dan tingkatannya. Dari sinilah maka seni Islam itu beralih kepada bentuk lain yang juga sangat indah dan menarik, seperti yang nampak pada lukisan-lukisan kaligrafi dan hiasan-hiasan yang dibuat oleh seniman Muslim. Sebagaimana terlihat di masjid-masjid, mushaf, gedung-gedung, rumah-rumah dan tempat lainnya di dinding, atap, pintu dan jendela. Bahkan kadang-kadang di lantai dan pada alat-alat perkakas rumah tangga, sprei, sarung bantal, pakaian dan gagang pedang. Dengan menggunakan bahan-bahan dari batu, marmer, kayu, semen, kulit, kaca, kertas, besi, tembaga dan bahan tambang lainnya, yang beraneka ragam.
Termasuk lukisan/hiasan yang menarik adalah kaligrafi Arab dengan berbagai model, tsuluts, naskh, riq'ah, farisi, diwani, kufi dan lainnya. Kaligrafi itu ditulis oleh para khathath (ahli khat) yang ahli, sehingga terlihat sangat indah dan menarik. Seni kaligrafi dan hiasan itu banyak dipergunakan untuk penulisan mushaf Al Qur'an dan ornamen di masJid-masjid, sebagaimana yang masih bisa kita lihat di Masjid Nabawi, Masjid Qubbatus-Sakhrah (Palestina) Masjid Jami' Al Umawi di Damascus Syiria, Masjid Sultan Ahmad dan Maslid As-Sulaimaniyah di Istanbul Turki, Masjid Sultan Hasan dan Jami' Muhammad Ali di Kairo dan masih banyak lagi masjid di seluruh penjuru dunia Islam yang lainnya. Terlihat juga seni Islam di bangunan-bangunan megah. Ada ahli sejarah yang mengatakan, "Sesungguhnya seni bangunan itu sebaik-baik yang menampilkan tentang seni Islam, dan ini telah terbukti di berbagai tempat, seperti yang ada di India, ada satu tempat yang merupakan salah satu dari tujuh keajaiban dunia yang menggambarkan keindahan arsitektur Islam, itulah "Taj Mahal."
Demikianlah, dilarangnya melukis dan memahat (makhluk hidup) tidak menjadi penyebab terpuruknya dunia seni Islam. Bahkan menjadikan seni Islami memiliki ciri khas yang menarik dan keindahan tersendiri.
C.             DAKWAH KULTURAL MELALUI SENI LUKIS
Sebuah kemajuan pesat dalam perkembangan dakwah, seiring dengan perkembangan zaman. bermunculanlah berbagai macam metode dakwah, dari metode konfensional, seorang da’i atau mubalig bertemu langsung dengan objek dakwah, sehingga bermunculanlah da’i-da’i terkenal dari tingkat desa sampai tingkat nasional bahkan internasional. sampai pada metode dakwah   dengan menggunakan teknologi modern.
Semua ini adalah sebuah kemajuan signifikan dalam perkembangan dakwah yang patut kita banggakan dan berikan apresiasi yang tinggi. Karena dengan adanya kemajuan ini berarti misi Islam sebagai rahmatan lil’alamin akan segera terwujud. Namun dari sekian banyak metode dakwah yang ada sekarang ini, masih berpusat pada metode menyampaikan dengan lisan atau tulisan. Padahal metode dakwah dengan lisan atupun tulisan tersebut adalah sebagian dari sekian banyak metode dalam berdakwah. Kalau boleh kita kritisi metode ini, ada kekurangan. Diantaranya, dengan metode ini terkesan menyamaratakan semua objek dakwah. Padahal dari sekian banyak sasaran dakwah itu mereka berasal dari komunitas yang berbeda-beda, tingkat sosial yang berbeda, psikologi yang berbeda, dan  kecenderungan yang berbeda-beda.
Ini akan menjadi permasalahan tersendiri dalam menjalankan roda dakwah, dan harus mendapat perhatian serius untuk dicarikan solusinya. Diantara solusi yang bisa kita upayakan adalah sebelum kita mulai aktivitas dakwah kita harus terlebih dahulu mengetahui siapa yang akan kita jadikan sasaran dakwah. Dengan kata lain betapa pentingnya kita mengetahui budaya, kultur, dan trend yang sedang berkembang di masyarkat.
Beda budaya, berbeda juga pendekatan dakwah yang kita terapkan. Misalkan sasaran dakwah kita komunitas seniman, maka dakwah yang kita terapkan melalui seni. Dengan kata lain dakwah Islam dialaksanakan sebijaksana mungkin dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi sasaran dakwah baik kemampuan intelektual masyarakat (biqodri ukullihim) maupun kondisi psikologi perkembangan mereka. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT .
ادع الي سبيل ربك بالحكملة والموعظة الحسنة وجادلهم بالتي هي احسن..(النحل 125)
“ Serulah (manusia) kepada jalan tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik”.

            Namun demikian bukan berarti bahwa dakwah Islam harus menghilangkan eksistensi itu sendiri, karena budaya adalah fitrah manusia seperti dalam firman-Nya                  
يا ايها الناس ان خلقنا كم من ذكر و أنثي وجعلنا كم شعوبا و قبا ءل لتعرفوا...(ااحخرت 13)
“Wahai manusia sungguh, kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal”.

Tetapi tugas dakwah adalah mengemas islam dalam bahasa kebudayaan  dalam arti luas,dan bahasa masyarakat yang di dalam al-qur’an di sebut bilisaani qoumihi.(Ibrahim:4) .
Adapun dakwah kultural melalui seni lukis dapat diwujudkan dengan membuat lukisan kaligrafi islam, lukisan pejuang / pahlawan islam, peta dakwah dengan gambar, peta perkembangan islam dunia, tulisan/banner/spanduk islami, desain grafis islami, dll yang  dapat disebarluaskan  media massa, media elektronik maupun media internet.













BAB III
PENUTUP
A.             SIMPULAN
            Seni rupa merupakan segala sesuatu hasil cipta manusia yang bisa dirasakan dengan panca indra dengan konsep garis, bentuk, bidang, volume, warna, tekstur, dan pencahayaan yang mempunyai nilai keindahan. Seni lukis adalah salah satu cabang dari seni rupa. Dengan dasar pengertian yang sama, seni lukis adalah sebuah pengembangan yang lebih utuh dari menggambar.
            Di dalam Islam banyak sekali pendapat mengenai seni lukis ini, baik yang pro maupun kontra. Dalam sebuah hadis yang melarang melukis yang diriwayatkan Muslim, “Sesungguhnya orang yang paling berat siksaannya di Hari Kiamat adalah pelukis”.
Melukis dalam hal ini tidak diperbolehkan, karena pelukis dianggap menyamai ciptaan  Tuhan dengan menciptatakan makhluk bernyawa. Selain itu, pada zaman jahiliyah gambar atau lukisan makhluk bernyawa dijadikan bentuk yang diagung-agungkan serta dipuja. Dikhawatirkan akan bertujuan untuk menyaingi dan menandingi ciptaan Tuhan serta akan mempengaruhi tauhid dan aqidah agama islam, sehingga ada larangan untuk melukis.
            Para ulama ada juga yang memperbolehkan melukis. Menurut Abduh, "Pembuatan gambar telah banyak dilakukan dan sejauh ini tidak dapat dipungkiri manfaatnya. Berbagai bentuk pemujaan atau penyembahan patung atau gambar telah hilang dari pikiran manusia”.
            Namun, sekarang para ulama memperbolehkan melukis karena berbagai bentuk pemujaan terhadap lukisan telah hilang dari pikiran manusia. Dengan kata lain, terjadi kebebasan dalam melukis dikalangan islam selama mempunyai tujuan tertentu yang jelas dan mempunyai manfaat bagi pelukis maupun masyarakat.
Oleh karena itu, dalam  islam terjadi kontroversi hingga sekarang mengenai seni lukis ini. Seni lukis pada masa islam dulu sangat dilarang karena takut mempengaruhi tauhid dan agama islam serta takut menyamai keagungan tuhan karena diagung-agungkan dan dipuja. Namun, sekarang seni lukis diperbolehkan karena bentuk pikiran mengenai pemujaan dan mengagung-agungkan lukisan sudah hilang. Sekarang melukis bisa dilakukan secara bebas dan tidak ada batasan selama mempunyai tujuan yang pasti dan ada manfaatnya serta tidak mempengaruhi tauhid dan aqidah agama Islam.        

B.              SARAN
  1. Melihat kenyataan yang terjadi dalam perkembangan seni rupa Islam (seni lukis kaligrafi) secara lokal dan pemasalahan yang ditimbulkannya, penyusun rasa penelitian mengenai kebudayaan Islam (terutama di bidang kesenian) perlu diperbanyak. Agar umat Islam secara umum menyadari, bahwa untuk mengembangkan kesenian apa pun bentuknya, bukan berarti kita harus menahan dan melawan arus. Tetapi kita harus mengikutinya.
  2. Bersikap anti-pati  terhadap  perkembangan di bidang apa pun (termasuk berkesenian) adalah bukan sikap yang bijak, karena pada dasarnya suatu bangsa yang maju adalah bangsa yang mau berkembang. Untuk itu, mari kita satukan persepsi terhadap seni rupa Islam guna memperkaya khasanah kebudayaan Islam.
  3. Selanjutnya yang perlu kita ingat, berkembangnya seni lukis kaligrafi bukanlah suatu upaya untuk berkompetisi dengan imajinasi simbolis dari suatu tradisi yang telah berakar dalam masyarakat Islam (kaligrafi murni). Tetapi justru ingin menyuguhkan nilai-nilai artistik baru. Sebab tanpa kita sadarai, mereka (para pelukis kaligrafi) telah banyak memberi sumbangsih dalam pengenalan dan pendalaman Islam lewat karya lukisnya, sehingga orang tidak hanya mampu mengaguminya sebagai karya seni semata tetapi juga mampu mengagumi kebesaran Allah SWT.














DAFTAR PUSTAKA

LSBO MTT Muhammadiyah, 2015. Seni Budaya Islam.. Yogyakarta : Gramasurya
Hambali, Hamdan.2006.Ideologi dan Strategi Muhammadiyah(Yogyakarta : Suara Muhammadiyah).
Baidhawy, Zakiyuddin, dkk.1996.Studi Kemuhammadiyahan(Surakarta :Lembaga Studi Islam).
Syaukani, Imam dan Khozin. 2000. Pembaharuan Islam (Malang : AIK).
Kuntowijoyo. 1994. Dinamika Sejarah Umat Islam(yogyakarta : Pustaka Pelajar)
http:WWW. Muhammadiyah dan Seni budaya.Com.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar