KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun
panjatkan ke hadirat Allah
Subhanahu Wa Ta’ala yang atas limpahan rahmat dan nikmat-Nya, penyusun
dapat menyelesaikan makalah ini .
Makalah berjudul “ Seni Budaya Islam “ ini saya susun dalam rangka memenuhi tugas
mata kuliah Al-Islam dan Kemuhammadiyahan 3 yang
diampu oleh Bapak Drs. KH. Djam’an Muhyidin.
Dalam menyelesaikan makalah ini, penyusun tak lepas dari bantuan,
bimbingan serta motivasi dari berbagai pihak yang tidak mungkin penyusun
sebutkan satu per satu .
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu penyusun mengharap kritik dan saran yang membangun demi tersusunnya
makalah yang sempurna. Akhirnya, penyusun berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat.
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar .......................................................................................................... 1
Daftar Isi 2
BAB I : Pendahuluan
A. Latar Belakang .............................................................................................. 3
B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 3
C. Tujuan ............................................................................................................ 4
BAB II : Pembahasan
A. Dasar Hukum tentang Seni secara Umum ..................................................... 5
B. Pendapat Ulama’ tentang Seni Lukis ............................................................ 11
C. Dakwah Kultural melalui Seni Lukis ............................................................ 14
BAB III : Penutup
A. Simpulan ........................................................................................................ 16
B. Saran .............................................................................................................. 17
Daftar Pustaka .......................................................................................................... 18
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Seni
adalah keindahan yang merupakan ekspresi ruh dan budaya manusia yang mengandung
dan mengungkapkan keindahan. Seni lahir dari sisi terdalam manusia dan jika
diperhatikan kandungan utama pesan suci al-Quran adalah tauhid (Quraish Shihab,
2007: 386). Mulai dari ayat pertama al-Quran yang memerintahkan membaca
terkandung isyarat kepada manusia
untuk membaca dan memperhatikan segala sesuatu, kemudian menemukan keagungan,
kesempurnaan dan keindahan Allah sebagai Zat yang Maha Mencipta.
Seni rupa
khususnya seni lukis berkembang pesat di dalam islam pada abad ke-7 M. Pada
saat itu, yang dihasilkan hanya lukisan miniatur atau lukisan yang berukuran
kecil. Biasanya lukisan dijadikan sebagai ilustrasi buku. Baru pada abad ke-17
M muncul lukisan berukuran besar yang dilukis di dinding.
Di dalam
Islam banyak sekali pendapat mengenai seni lukis, baik yang pro maupun kontra.
Pendapat yang pro beranggapan bahwa hasil ciptaan manusia dalam seni lukis
tidak bisa menyamai ciptaan Tuhan, sehingga hanya dianggap sebagai penjiplakan
dan ingin memperlihatkan keagungan ciptaan Tuhan. Sementara itu, pendapat yang
kontra beranggapan bahwa
hasil ciptaan manusia dalam seni lukis ingin menyamai kesempurnaan bentuk
ciptaan Tuhan. Oleh karena itu, terjadi kotroversi dikalangan Islam mengenai
seni lukis ini sampai sekarang, sehingga menjadi topik yang cukup menarik untuk
dibahas lebih jelas agar tidak ada lagi keragu-raguan dalam melukis.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimanakah dasar hukum seni dalam
islam ?
2.
Bagaimanakah pendapat ulama mengenai
seni, terutama seni lukis ?
3.
Bagaimanakah dakwah kultural melalui
seni lukis ?
C.
TUJUAN
1.
Memahami dasar hukum seni dalam islam.
2.
Memahami pendapat ulama mengenai seni,
terutama seni lukis.
3.
Memahami dakwah kultural melalui seni
lukis.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
DASAR HUKUM TENTANG SENI SECARA
UMUM
Allah
SWT berfirman,
إِنا زَيَّنَّا السَّمَاء
الدُّنْيَا بِزِينَةٍ الْكَوَاكِبِ , وَحِفْظاً
مِّن كُلِّ شَيْطَانٍ مَّارِدٍ
Sesungguhnya
Kami telah menghias langit yang terdekat dengan hiasan, yaitu
bintang-bintang, dan telah memeliharanya (sebenar-benarnya) dari setiap
syaitan yang sangat durhaka, (QS. Ash-Shaffat, 37:6-7)
وَالأَنْعَامَ
خَلَقَهَا لَكُمْ فِيهَا دِفْءٌ وَمَنَافِعُ وَمِنْهَا تَأْكُلُونَ , وَلَكُمْ فِيهَا
جَمَالٌ حِينَ تُرِيحُونَ وَحِينَ تَسْرَحُونَ
Dan
Dia telah menciptakan binatang ternak untuk kamu; padanya ada (bulu) yang
menghangatkan dan berbagai-bagai manfa`at, dan sebahagiannya kamu makan.Dan
kamu memperoleh pandangan yang indah padanya, ketika kamu membawanya kembali ke
kandang dan ketika kamu melepaskannya ke tempat penggembalaan. (QS. Al-Nahl,
16:5-6)
Pada ayat di atas
digambarkan bagaimana Allah menghiasi alam semesta yang diciptakan-Nya dan
membolehkan manusia untuk memandangnya dan menikmati keindhannya serta
melukiskan keindahan tersebut sesuai dengan subjektifitas perasaannya.
Dengan
demikian, keindahan alam raya sesungguhnya memiliki peran dan fungsi dalam hal
membuktikan keesaan dan kekuasaan Allah. Mengabaikan sisi-sisi keindahan
ciptaan Allah berarti mengabaikan salah satu dari bukti keesaan Allah. Bahkan
Immannuel Kant dan Syaikh Abdul Halim Mahmud mengatakan, “Bukti terkuat tentang
wujud Allah terdapat dalam rasa manusia”. Imam al-Ghazali juga menulis:
من لم يحركه الربيع
وأزهارها والعود وأوتاره فهو فاسد المزاج ليس له علاج
Siapa yang tidak
terkesan hatinya di musim bunga dengan kembang-kembangnya, atau oleh alat musik
dan getaran nadanya, maka fitrahnya telah mengidap penyakit parah yang sulit
diobati
Rasulullah
saw sendiri pernah memakai pakaian yang indah. Bahkan suatu ketika beliau
memperoleh hadiah berupa pakaian yang bersulam benang emas, lalu beliau naik ke
mimbar, namun beliau tidak berkhutbah dan kemudian beliau turun. Para sahabat
kagum dengan baju itu, sampai mereka memegang dan merabanya. Kemudian
Rasulullah bersabda,
أتعجبون من هذا ؟ قالوا
ما رأينا ثوبا قط أحسن منه فقال ص.م لمنا ويل سعد بن معاذ في الجنة أحسن مما ترون
(رواه الترمذي عن مغيرة بن ثعبة)
“Apakah kalian
mengagumi baju ini?” Mereka berkata, “kami sama sekali belum pernah melihat
pakaian lebih indah dari ini”. Nabi bersabda,” sesungguhnya sapu tangan Sa’Ad bin
Muadz di surga jauh jauh lebih indah dari yang kalian lihat”.
Keterangan di atas
menunjukkan bahwa Islam sangat menghargai keindahan. Namun demikian, kenapa
warna kesenian kurang muncul pada masa Nabi, bahkan terkesan ada
pembatasan-pembatasan?. Dijelaskan oleh Sayyid Quthb bahwa pada masa Rasulullah
dan para sahabat, proses penghayatan nilai-nilai Islam baru di mulai, bahkan
sebagian mereka baru dalam tahap upaya membersihkan gagasan-gagasan Jahiliyyah
yang telah meresap selama ini dalam benak dan jiwa masyarakat, sehingga
kehati-hatian amat diperlukan baik dari Nabi sendiri sebagai pembimbing maupun
dari kaum muslimin lainnya.
Atas dasar inilah kaum
muslimin sekarang harus memahami larangan-larangan berkaitan dengan adanya
larangan tertentu yang berhubungan dengan seni tertentu. Di antara bentuk karya
seni yang terdapat adanya larangan tersebut adalah:
1. Seni
Lukis, Pahat, dan Patung
Di antara
larangan-larangan yang berhubungan dengan seni lukis dan patung sebagaimana
diungkap oleh Yusuf Qaradhawi (2011: 109-111), tentang Hadits-Hadits yang
melarang patung dan gambar sebagaimana dapat dijumpai dalam kitabnya “Halal dan
Haram” , sebagaimana dijelaskan di bawah ini.
Islam mengharamkan
patung-patung yang terdapat di dalam rumah tangga muslim bahkan malaikat
pembawa rahmat akan menjauh dari rumah tersebut jika di dalamnya terdapat
patung-patung. Hal ini sebagaimana ditemukan dalam Hadits:
إن الملائكة لا تدخل
بيتا فيه تماثيل (رواه البخاري ومسلم)
Sesungguhnya malikat
tidak akan masuk rumah yang di dalamnya terdapat patung (HR. Bukhari dan
Muslim)
إن من أشدِّالناس عذابا
يوم القيامة الذين يصورون هذه الصور (رواه متفق عليه)
Sesungguhnya di antara
orang yang paling berat siksaannya pada hari kiamat ialah orang yang menggambar
gambar-gambar ini (HR. Muttafaq ‘alaih)
من صور صورة كلّف يوم
القيامة أن ينفخ فيها الروح وليس بنافخ فيها أبدا (رواه البخاري وغيره)
Barangsiapa membuat
gambar maka pada hari kiamat nanti Allah akan memaksanya agar meniupkan ruh
padanya, padahal selamnya ia tidak akan dapat meniupkan ruh itu padanya (HR
Bukhari dan lainnya).
Dalam
sebuah Hadits Qudsi juga ditemukan pelarangan yang sama,
ومن أظم ممّن ذهب يخلق
كخلقي ؟ فيخلقوا ذرّة فيخلقوا شعيرة (رواه متفق عليه)
Siapakah yang lebih
zhalim dari pada orang yang hendak menciptakan sesuatu seperti ciptaan-Ku?
Karna itu cobalah mereka membuat sebutir dzarrah (atom) atau membuat sebutir
anggur (HR. Muttafaq ‘alaih)
Berkenaan dengan
Hadits-Hadits di atas, Yusuf Qardhawi (2011:110 & 129-130) menjelaskan
bahwa Islam melakukan tindakan preventif terhadap tergelincirnya akidah umat
Islam kepada akidah yang salah sebagaimana yang dianut oleh kaum Jahiliyyah
masa lalu. Yusuf Qaradhawi agaknya lebih melihat teks Hadits di atas ketimbang
melihat konteksnya sehingga ia berpandangan akan keharaman seni lukis, pahat,
dan patung tersebut kecuali boneka mainan untuk anak-anak dan patung kue yang
ditujukan untuk di makan.
Dalam
hal seni lukis, pahat, dan patung ini terdapat ayat al-Quran yang berbicara
tentang patung pada beberapa surat. Yaitu:
فَجَعَلَهُمْ جُذَاذاً
إِلَّا كَبِيراً لَّهُمْ لَعَلَّهُمْ إِلَيْهِ يَرْجِعُونَ
Maka Ibrahim membuat
berhala-berhala itu hancur berpotong-potong, kecuali yang terbesar (induk) dari
patung-patung yang lain; agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya. (QS.
Al-Anbiya’, 21: 58)
Pada ayat di atas
digambarkan bahwa Nabi Ibrahim menghancurkan patung-patung yang dijadikan
sembahan oleh masyarakat pada zamannya, namun Ibrahim tidak menghancurkan
patung yang paling besar dengan tujuan agar melalui patung yang paling besar
ini Nabi Ibrahim ingin membuktikan bahwa patung-patung yang mereka sembah
sangat tidak layak untuk dijadikan sembahan. Hal ini dapat ditemukan pada QS.
Al-Anbiya’, 21: 63-64. Berdasarkan kisah Ibrahim ini, maka dapat dipahami bahwa
yang menjadi persoalan sesungguhnya bukan pada patungnya, namun pada sikap
terhadap patung tersebut.
Dalam surat Saba’, 34:
12-13 juga ditemukan uraian tentang nikmat yang diberikan Allah kepada Nabi
Sulaiman.
وَلِسُلَيْمَانَ
الرِّيحَ غُدُوُّهَا شَهْرٌ وَرَوَاحُهَا شَهْرٌ وَأَسَلْنَا لَهُ عَيْنَ
الْقِطْرِ وَمِنَ الْجِنِّ مَن يَعْمَلُ بَيْنَ يَدَيْهِ بِإِذْنِ رَبِّهِ وَمَن
يَزِغْ مِنْهُمْ عَنْ أَمْرِنَا نُذِقْهُ مِنْ عَذَابِ السَّعِيرِ , يَعْمَلُونَ لَهُ مَا
يَشَاءُ مِن مَّحَارِيبَ وَتَمَاثِيلَ وَجِفَانٍ كَالْجَوَابِ وَقُدُورٍ
رَّاسِيَاتٍ اعْمَلُوا آلَ دَاوُودَ شُكْراً وَقَلِيلٌ مِّنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ
Dan Kami (tundukkan)
angin bagi Sulaiman, yang perjalanannya di waktu pagi sama dengan perjalanan
sebulan dan perjalanannya di waktu sore sama dengan perjalanan sebulan (pula)
dan Kami alirkan cairan tembaga baginya. Dan sebahagian dari jin ada yang
bekerja di hadapannya (di bawah kekuasaannya) dengan izin Tuhannya. Dan siapa
yang menyimpang di antara mereka dari perintah Kami, Kami rasakan kepadanya
azab neraka yang apinya menyala-nyala. Para jin itu membuat untuk Sulaiman
apa yang dikehendakinya dari gedung-gedung yang tinggi dan patung-patung dan
piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di
atas tungku). Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan
sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih.(QS. Saba’, 34: 12-13)
Al-Qurthubi
menyebutkan bahwa patung-patung yang dibuatkan untuk Sulaiman tersebut terbuat
dari kaca, marmer, dan tembaga. Konon patung-patung tersebut menampilkan ulama
dan nabi-nabi terdahulu. Pembicaraan al-Quran tentang patung-patung juga dapat
ditemukan pada surat-surat lain misalnya , QS. Ali Imran, 3:48-49 dan QS.
Al-Maidah, 5: 110 yang menyebutkan tentang mu’jizat Nabi Isa yang membuat
patung burung dari tanah liat kemudian ditiupnya hingga menjadi burung yang
sebenarnya. Pada QS. Al-A’raf, 7: 73-74, QS. Asy-Syu’ara’, 26:155-156, dan QS.
Asy-Syams, 91: 13-15 yang menceritakan keahlian kaum Tsamud dalam melukis dan
memahat. Kepada kaum ini ditunjukkan mu’jizat oleh Nabi Shaleh dengan keluarnya
unta yang hidup dari batu karang .
Bersadarkan penjelasan
al-Quran di atas, maka Muhammad Ath-Tahir bin Syur memaparkan bahwa pelarangan
Islam terhadap patung lebih dikarenakan oleh sebab Islam ingin mengikis habis
tradisi Bangsa Arab yang menjadikan patung sebagai sembahan mereka. Jadi
pengharamannya terletak pada kebiasaan menjadikan patung sebagai sembahan,
bukan pada patungnya. Bahkan Muhammad Imarah menegaskan bahwa apabila seni
dapat dijadikan membawa mamfaat bagi manusia, sebagai hiasan dan menjadikan
kehidupan menjadi indah, maka Islam sangat mendukungnya (Quraish Shihab, 2007:
394). Penjelasan ini tentunya juga dapat ditambahkan, jika seni pahat, lukis,
dan patung justru dijadikan sebagai sarana untuk mempersekutukan Allah atau
sebagai sarana bermaksiat kepada Allah, maka dengan sendirinya seni seperti itu
duhukum haram oleh Allah. Tetapi jika tidak ditujukan kepada hal-hal yang
dimurkai Allah seperti kesyirikan, maka seni dalam bentuk ini tidak dilarang.
2. Seni
Suara (nyanyian) dan Musik
Yusuf Qaradhawi
(2011:345-350) memiliki pandangan yang berbeda dengan nyanyian dan musik. Dalam
hal nyanyian, ia malah memandang dibolehkannya nyanyian dan musik. Islam
memperbolehkan nyanyian asalkan tidak kotor, cabul, dan mengajak berbuat dosa.
Hal ini didasarkannya kepada beberapa Hadits sebagai berikut:
عن عائشة رضي الله عنها أنها زَفَّتِ امرأةً الى
رجل من الأنصار فقال النبي ص م ياعائشة ماكان معهم من لَهْوٍ فإن الأنصار يعجبهم
اللَّهوُ (رواه البخاري)
Dari ‘Aisyah r.a bahwa
ketika ia mengantarkan pengantin perempuan ke tempat laki-laki Anshar, Nabi saw
bertanya,”Wahai ‘Aisyah, apakah mereka diiringi dengan hiburan? Karena
orang-orang Anshar suka dengan hiburan (HR. Bukhari)
زوَّجت عائشة ذات قرابة لها من الأنصار فجاء
رسول الله ص م أهديتُهم الفتاة ؟ قالوا نعم قال أرسلتم معها من يغني ؟ قالت لا .
فقال رسول الله ص م إن الأنصار قوم فيهم غَزَل فلو بعثتم معها من يقول أتيناكم
أتيناكم فحيَّانا وحيَّاكم (ابن ماجه)
Aisyah pernah
menikahkan kerabatnya dari Anshar, kemudian Rasulullah saw datang seraya
bertanya, “Apakah kamu akan memberi hadiah kepada gadis itu?’ Meraka menjawab,
‘Ya”. Beliau bertanya lagi, “ Apakah kamu kirim bersamanya seseorang untuk
bernyanyi?” Aisyah menjawab, ‘Tidak’. Lalu Rasulullah saw bersabda, “
Sesungguhnya kaum Anshar adalah kaum yang suka merayu, maka alangkah baiknya
kalu kamu kirimkan bersama gadis itu orang yang mengatakan (menyanyikan): ‘Kami
datang, kami datang, selamat datang kami, selamat datang kamu”. (HR. Ibn Majah)
Imam al-Ghazali
menyebutkan dalam Ihya’ bahwa
Hadits-Hadits tentang nyanyian dua wanita (yang memuja kepahlawanan para syahid
di Badar), permainan orang Habasyah di Masjid Nabi saw, dll
terdapat dalam Shahihain, dan ini merupakan nash yang jelas
bahwa menyanyi dan bermain itu boleh. Sehingga dengan demikian, bermain anggar
seperti permainan orang Habasyah, bermain di Masjid, bernyanyi, bermusik dan
memukul gendang merupakan hal-hal yang dibolehkan oleh agama. Bahkan Yusuf
Qaradhawi juga menegaskan bahwa Hadits-Hadits yang melarang nyanyian semuanya
memiliki cacat. Ibn Hazm juga berkata, “Semua riwayat Hadits yang mengharamkan
nyanyian adalah bathil dan maudhu’ (palsu)”. (Yusuf Qaradhawi, 2011: 346-348)
Qaradhawi (2011: 348)
juga menambahkan bahwa sebagian ulama yang mengharamkan nyanyian, mendasarkan
pendapatnya pada QS Luqman, (31) ayat 6, yang mengungkapkan tentang ungkapan “lahwul
Hadits” (perkataan yang tidak berguna) dan menganggap nyanyian sebagai
perkataan yang tidak berguna.
وَمِنَ النَّاسِ مَن
يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَن سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ
وَيَتَّخِذَهَا هُزُواً أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُّهِينٌ
Dan di antara manusia
(ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan
(manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu
olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan. (QS. Luqman, 31:
6)
Pada hal menurut Ibn
‘Azm bahwa yang dimaksudkan dengan lahwul Haditstersebut adalah
perbuatan atau sesuatu yang memiliki sifat yang apabila dilakukan bisa membawa
pelakunya menjadi ingkar kepada Allah. Dengan demikian, menurut Ibn Hazm,
mendengarkan nyanyian dengan maksud atau mengandung kemaksiatan kepada Allah,
maka itu adalah fasik, termasuk segala hal yang lain. Namun jika nyanyian
ditujukan untuk menghibur hati, agar hatinya lebih kuat melakukan ketaatan
kepada Allah, berbuat kebajikan, maka hal itu adalah boleh dan dinilai baik.
Namun jika seseorang mendengar nyanyian tanpa maksud untuk keta’atan dan tidak
pula bermaksud keamaksiatan, maka hal itu dipandang sebagai perbuatan sia-sia
yang dima’afkan.
Quraish Shihab (2007:
395) juga menjelaskan bahwa nyanyian yang dilarang adalah nyanyian yang
menyebabkan seseorang menjadi lengah dan lalai, atau nyanyian yang
bersifat olok-olokan terhadap agama Allah. Seperti yang tergambar pada firman
Allah:
أَفَمِنْ هَذَا
الْحَدِيثِ تَعْجَبُونَ , وَتَضْحَكُونَ وَلَا تَبْكُونَ , وَأَنتُمْ
سَامِدُونَ
Maka apakah kamu
merasa heran terhadap pemberitaan ini? Dan kamu mentertawakan dan tidak
menangis? Sedang kamu melengahkan (nya)? (QS. Al-Najm, 53: 59-61)
B.
PENDAPAT ULAMA’ TENTANG SENI LUKIS
Menurut
ijma’ ulama’ tentang seni lukis adalah
sebagai berikut :
1.
Tingkat pertama, jenis lukisan (gambar)
yang paling berat dosanya adalah gambar sesuatu yang disembah selain Allah. Ini
menjadikan pelukisnya (pemahatnya) menjadi kafir apabila dia mengetahui
tujuannya. Dalam hal ini gambar yang berbentuk itu lebih berat lagi dosanya dan
pengingkaran kita terhadap-Nya. Juga setiap orang yang menyebarkan gambar itu
atau mengagungkannya dengan cara apa pun, maka ia masuk ke dalam dosa itu
sejauh keikutsertaannya.
2.
Tingkat yang kedua dalam besarnya dosa
adalah orang yang menggambar sesuatu yang tidak untuk disembah, tetapi
dimaksudkan untuk mengungguli ciptaan Allah SWT. Ini mendekati kekufuran dan
dia berkait erat dengan niat orang yang menggambar.
3.
Satu tingkatan di bawahnya lagi adalah
gambar-gambar yang berbentuk yang tidak disembah, tetapi diagungkan. Seperti
gambar raja-raja, para pemimpin dan selain mereka dari tokoh-tokoh yang
diabadikan dengan patung dan dipasang di lapangan dan tempat-tempat lainnya. Di
sini sama antara yang utuh satu badan atau setengah badan.
4.
Tingkatan di bawahnya lagi adalah
gambar-gambar yang berbentuk untuk setiap yang bernyawa, yang tidak disucikan
dan diagungkan. Ini disepakati haramnya, kecuali mainan anak-anak atau yang
dipakai untuk permen.
5.
Tingkatan di bawahnya lagi adalah
gambar-gambar yang tidak berbentuk, berupa lukisan-lukisan yang diagungkan.
Seperti lukisan para pengusaha, pemimpin dan lainnya, terutama yang ditempel
atau digantung. Semakin kuat haramnya apabila mereka itu adalah orang-orang
zhalim, fasik dan kafir, karena mengagungkan mereka berarti merobohkan Islam.
6.
Tingkatan di bawahnya lagi adalah
gambar-gambar yang tidak berbentuk, mempunyai nyawa yang tidak diagungkan,
tetapi sekedar untuk kemewahan. Seperti hiasan dinding, ini hukumnya makruh.
7.
Adapun gambar-gambar yang tidak bernyawa
seperti pohon, kurma, lautan, kapal, gunung-gunung, awan dan sejenisnya dari
pemandangan alam maka tidak berdosa bagi orang yang menggambarnya atau
memasangnya, selama tidak mengganggu ketaatan atau tidak untuk kemewahan yang
dimakruhkan.
8.
Adapun fotografi, pada dasarnya boleh, selama
foto itu tidak diharamkan. Kecuali kalau sampai mengkultuskan seseorang,
terutama dari orang-orang kafir atau fasik, Komunis dan para artis yang
melecehkan nilai-nilai ajaran Islam.
9.
Terakhir, sesungguhnya patung-patung dan
lukisan-lukisan yang diharamkan atau dimakruhkan, apabila diubah bentuknya atau
dihinakan, maka berubah dari lingkup haram dan makruh ke lingkup halal. Seperti
gambar-gambar di kain keset yang diinjak-injak oleh kaki dan sandal.
BEBERAPA MODEL
PENAKWILAN
Di
antara para ulama, ada sebagian yang mencoba menakwilkan hadits-hadits shahih
tentang haramnya gambar dan mengambilnya agar mereka bisa mengatakan itu semua
diperbolehkan, sampai yang berbentuk sekalipun. Sebagaimana yang diceritakan
oleh Abu 'Ali Al Farisi di dalam tafsirnya, dari orang yang memahami bahwa kata-kata
"Al Mushawwirin" dalam hadits tersebut maksudnya adalah orang-orang
yang membuat gambar yang berbentuk, yang menyerupai ciptaan Allah SWT. Ini
dikemukakan oleh Abu Ali Al Farisi di dalam kitabnya Al Hujjah. Pendapat ini
berlebihan dan tidak kuat.
Sebagaimana
juga orang yang menyandarkan kepada apa yang diperbolehkan bagi Sulaiman AS,
yang disebutkan dari dalam Al Qur'an sebagai berikut, "Para jin itu
membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya dan gedung-gedung yang tinggi,
dan patung-patung. . ." (Saba': 1 3) Mereka yang berpendapat demikian ini
tidak menyertakan nasakhnya dalam syari'at kita bahwa dia telah dimansukh
(dihapus). Pendapat ini dikemukakan oleh Abu Ja'far An-Nahhas, dan setelah itu
diceritakan juga oleh Makky dalam tafsirnya "Al Hidayah ila
Bulughin-Nihaayah." .
Seperti
juga orang (ulama) yang memahami larangan di sini sekedar makruh, dan
sesungguhnya kekerasan hukum itu teriadi ketika manusia masih dekat dengan masa
jahiliyah, padahal sekarang kondisinya telah berubah. Pendapat ini bathil,
karena saat ini masih banyak orang yang beragama Watsani, bahkan berjuta-juta
jumlahnya. Memang pendapat ini pernah dikatakan oleh ulama sebelum mereka,
tetapi dicounter oleh Imam Ibnu Daqiq Al 'Id, bahwa pendapat ini tidak benar
karena dia menghilangkan alasan yang dikemukakan oleh syari' (hadits), yaitu
mereka telah mengungguli ciptaan Allah SWT. Ibnu Daqiq mengatakan, "Alasan
ini berlaku secara terus-menerus secara umum, tidak dibatasi oleh masa, dan
bukan wewenang kita untuk mengalihkan makna nash-nash yang jelas dengan makna
yang bersifat khayalan." .
Yang
jelas bahwa pendapat ini tidak bisa memberi kepuasan kepada akal seorang
Muslim, selain itu tidak sesuai dengan peradaban Islam dan kehidupan yang
Islami, meskipun hal itu dilakukan oleh sebagian manusia di sebagian negara,
sebagaimana yang kita lihat di Istana Merah di Granada, Andalusia (Spanyol).
ALTERNATIF UMUM BAGI
PERADABAN ISLAM
Akan
tetapi budaya Islam tidak menghendaki adanya gambar-gambar manusia dan
binatang, terutama yang berbentuk dan telanjang. Yang dikehendaki adalah yang
selain itu (yang tidak bernyawa) dan sesuai dengan aqidah tauhid, bukan yang
berbentuk dan identik dengan patung-patung yang disembah, dengan segala
macamnya dan tingkatannya. Dari sinilah maka seni Islam itu beralih kepada
bentuk lain yang juga sangat indah dan menarik, seperti yang nampak pada
lukisan-lukisan kaligrafi dan hiasan-hiasan yang dibuat oleh seniman Muslim.
Sebagaimana terlihat di masjid-masjid, mushaf, gedung-gedung, rumah-rumah dan
tempat lainnya di dinding, atap, pintu dan jendela. Bahkan kadang-kadang di
lantai dan pada alat-alat perkakas rumah tangga, sprei, sarung bantal, pakaian
dan gagang pedang. Dengan menggunakan bahan-bahan dari batu, marmer, kayu,
semen, kulit, kaca, kertas, besi, tembaga dan bahan tambang lainnya, yang
beraneka ragam.
Termasuk
lukisan/hiasan yang menarik adalah kaligrafi Arab dengan berbagai model,
tsuluts, naskh, riq'ah, farisi, diwani, kufi dan lainnya. Kaligrafi itu ditulis
oleh para khathath (ahli khat) yang ahli, sehingga terlihat sangat indah dan
menarik. Seni kaligrafi dan hiasan itu banyak dipergunakan untuk penulisan
mushaf Al Qur'an dan ornamen di masJid-masjid, sebagaimana yang masih bisa kita
lihat di Masjid Nabawi, Masjid Qubbatus-Sakhrah (Palestina) Masjid Jami' Al
Umawi di Damascus Syiria, Masjid Sultan Ahmad dan Maslid As-Sulaimaniyah di
Istanbul Turki, Masjid Sultan Hasan dan Jami' Muhammad Ali di Kairo dan masih
banyak lagi masjid di seluruh penjuru dunia Islam yang lainnya. Terlihat juga
seni Islam di bangunan-bangunan megah. Ada ahli sejarah yang mengatakan,
"Sesungguhnya seni bangunan itu sebaik-baik yang menampilkan tentang seni
Islam, dan ini telah terbukti di berbagai tempat, seperti yang ada di India,
ada satu tempat yang merupakan salah satu dari tujuh keajaiban dunia yang
menggambarkan keindahan arsitektur Islam, itulah "Taj Mahal."
Demikianlah,
dilarangnya melukis dan memahat (makhluk hidup) tidak menjadi penyebab
terpuruknya dunia seni Islam. Bahkan menjadikan seni Islami memiliki ciri khas
yang menarik dan keindahan tersendiri.
C.
DAKWAH KULTURAL MELALUI SENI LUKIS
Sebuah
kemajuan pesat dalam perkembangan dakwah, seiring dengan perkembangan zaman.
bermunculanlah berbagai macam metode dakwah, dari metode konfensional, seorang
da’i atau mubalig bertemu langsung dengan objek dakwah, sehingga bermunculanlah
da’i-da’i terkenal dari tingkat desa sampai tingkat nasional bahkan
internasional. sampai pada metode dakwah dengan menggunakan
teknologi modern.
Semua ini
adalah sebuah kemajuan signifikan dalam perkembangan dakwah yang patut kita
banggakan dan berikan apresiasi yang tinggi. Karena dengan adanya kemajuan ini
berarti misi Islam sebagai rahmatan lil’alamin akan segera terwujud. Namun dari
sekian banyak metode dakwah yang ada sekarang ini, masih berpusat pada metode
menyampaikan dengan lisan atau tulisan. Padahal metode dakwah dengan lisan
atupun tulisan tersebut adalah sebagian dari sekian banyak metode dalam
berdakwah. Kalau boleh kita kritisi metode ini, ada kekurangan. Diantaranya,
dengan metode ini terkesan menyamaratakan semua objek dakwah. Padahal dari
sekian banyak sasaran dakwah itu mereka berasal dari komunitas yang
berbeda-beda, tingkat sosial yang berbeda, psikologi yang berbeda, dan kecenderungan
yang berbeda-beda.
Ini akan
menjadi permasalahan tersendiri dalam menjalankan roda dakwah, dan harus
mendapat perhatian serius untuk dicarikan solusinya. Diantara solusi yang bisa
kita upayakan adalah sebelum kita mulai aktivitas dakwah kita harus terlebih
dahulu mengetahui siapa yang akan kita jadikan sasaran dakwah. Dengan kata lain
betapa pentingnya kita mengetahui budaya, kultur, dan trend yang sedang
berkembang di masyarkat.
Beda
budaya, berbeda juga pendekatan dakwah yang kita terapkan. Misalkan sasaran
dakwah kita komunitas seniman, maka dakwah yang kita terapkan melalui seni.
Dengan kata lain dakwah Islam dialaksanakan sebijaksana mungkin dengan
mempertimbangkan situasi dan kondisi sasaran dakwah baik kemampuan intelektual
masyarakat (biqodri ukullihim) maupun kondisi psikologi perkembangan
mereka. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT .
ادع الي سبيل ربك بالحكملة والموعظة الحسنة وجادلهم بالتي هي
احسن..(النحل 125)
“ Serulah (manusia) kepada jalan
tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka
dengan cara yang baik”.
Namun demikian bukan berarti bahwa dakwah Islam harus menghilangkan eksistensi
itu sendiri, karena budaya adalah fitrah manusia seperti dalam firman-Nya
يا ايها الناس ان خلقنا كم من ذكر و أنثي وجعلنا كم شعوبا و
قبا ءل لتعرفوا...(ااحخرت 13)
“Wahai manusia sungguh, kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian kami
jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal”.
Tetapi tugas dakwah adalah mengemas
islam dalam bahasa kebudayaan dalam arti luas,dan bahasa masyarakat yang
di dalam al-qur’an di sebut bilisaani qoumihi.(Ibrahim:4) .
Adapun
dakwah kultural melalui seni lukis dapat diwujudkan dengan membuat lukisan
kaligrafi islam, lukisan pejuang / pahlawan islam, peta dakwah dengan gambar,
peta perkembangan islam dunia, tulisan/banner/spanduk islami, desain grafis
islami, dll yang dapat disebarluaskan
media massa, media elektronik maupun media internet.
BAB III
PENUTUP
A.
SIMPULAN
Seni rupa merupakan segala sesuatu
hasil cipta manusia yang bisa dirasakan dengan panca indra dengan konsep garis,
bentuk, bidang, volume, warna, tekstur, dan pencahayaan yang mempunyai nilai
keindahan. Seni lukis adalah salah satu cabang dari seni rupa. Dengan dasar
pengertian yang sama, seni lukis adalah sebuah pengembangan yang lebih utuh
dari menggambar.
Di dalam Islam banyak sekali pendapat mengenai seni lukis ini, baik yang pro
maupun kontra. Dalam sebuah hadis yang melarang melukis yang diriwayatkan
Muslim, “Sesungguhnya orang yang paling berat siksaannya di Hari Kiamat adalah
pelukis”.
Melukis dalam hal ini tidak
diperbolehkan, karena pelukis dianggap menyamai ciptaan Tuhan dengan
menciptatakan makhluk bernyawa. Selain itu, pada zaman jahiliyah gambar atau
lukisan makhluk bernyawa dijadikan bentuk yang diagung-agungkan serta dipuja.
Dikhawatirkan akan bertujuan untuk menyaingi dan menandingi ciptaan Tuhan serta
akan mempengaruhi tauhid dan aqidah agama islam, sehingga ada larangan untuk
melukis.
Para ulama ada juga yang memperbolehkan melukis. Menurut Abduh, "Pembuatan
gambar telah banyak dilakukan dan sejauh ini tidak dapat dipungkiri manfaatnya.
Berbagai bentuk pemujaan atau penyembahan patung atau gambar telah hilang dari
pikiran manusia”.
Namun, sekarang para ulama memperbolehkan melukis karena berbagai bentuk
pemujaan terhadap lukisan telah hilang dari pikiran manusia. Dengan kata lain,
terjadi kebebasan dalam melukis dikalangan islam selama mempunyai tujuan tertentu
yang jelas dan mempunyai manfaat bagi pelukis maupun masyarakat.
Oleh
karena itu, dalam islam terjadi
kontroversi hingga sekarang mengenai seni lukis ini. Seni lukis pada masa islam
dulu sangat dilarang karena takut mempengaruhi tauhid dan agama islam serta
takut menyamai keagungan tuhan karena diagung-agungkan dan dipuja. Namun,
sekarang seni lukis diperbolehkan karena bentuk pikiran mengenai pemujaan dan
mengagung-agungkan lukisan sudah hilang. Sekarang melukis bisa dilakukan secara
bebas dan tidak ada batasan selama mempunyai tujuan yang pasti dan ada
manfaatnya serta tidak mempengaruhi tauhid dan aqidah agama Islam.
B.
SARAN
- Melihat kenyataan yang terjadi dalam perkembangan seni
rupa Islam (seni lukis kaligrafi) secara lokal dan pemasalahan yang
ditimbulkannya, penyusun rasa penelitian mengenai kebudayaan Islam
(terutama di bidang kesenian) perlu diperbanyak. Agar umat Islam secara
umum menyadari, bahwa untuk mengembangkan kesenian apa pun bentuknya,
bukan berarti kita harus menahan dan melawan arus. Tetapi kita harus
mengikutinya.
- Bersikap anti-pati terhadap perkembangan di
bidang apa pun (termasuk berkesenian) adalah bukan sikap yang bijak,
karena pada dasarnya suatu bangsa yang maju adalah bangsa yang mau
berkembang. Untuk itu, mari kita satukan persepsi terhadap seni rupa Islam
guna memperkaya khasanah kebudayaan Islam.
- Selanjutnya yang perlu kita ingat, berkembangnya seni
lukis kaligrafi bukanlah suatu upaya untuk berkompetisi dengan imajinasi
simbolis dari suatu tradisi yang telah berakar dalam masyarakat Islam
(kaligrafi murni). Tetapi justru ingin menyuguhkan nilai-nilai artistik
baru. Sebab tanpa kita sadarai, mereka (para pelukis kaligrafi) telah
banyak memberi sumbangsih dalam pengenalan dan pendalaman Islam lewat
karya lukisnya, sehingga orang tidak hanya mampu mengaguminya sebagai
karya seni semata tetapi juga mampu mengagumi kebesaran Allah SWT.
DAFTAR
PUSTAKA
LSBO MTT
Muhammadiyah, 2015. Seni Budaya Islam.. Yogyakarta : Gramasurya
Hambali,
Hamdan.2006.Ideologi dan Strategi Muhammadiyah(Yogyakarta : Suara
Muhammadiyah).
Baidhawy,
Zakiyuddin, dkk.1996.Studi Kemuhammadiyahan(Surakarta :Lembaga Studi Islam).
Syaukani, Imam
dan Khozin. 2000. Pembaharuan Islam (Malang : AIK).
Kuntowijoyo.
1994. Dinamika Sejarah Umat Islam(yogyakarta : Pustaka Pelajar)
http:WWW.
Muhammadiyah dan Seni budaya.Com.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar