KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobil’alamin
....
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang
atas limpahan rahmat dan nikmat-Nya , penyusun dapat menyelesaikan makalah ini
.
Makalah
berjudul “ Metode CTL ( Contextual Teaching and Learning ) dalam
Pembelajaran PAI “ ini saya susun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah
Kapita Selekta Pendidikan yang diampu oleh
Dr. Imam Mawardi, M.Ag.
Dalam menyelesaikan makalah ini, penyusun tak
lepas dari bantuan , bimbingan serta motivasi dari berbagai pihak yang tidak
mungkin penyusun sebutkan satu per satu . Oleh karena itu penyusun mengucapkan
terima kasih serta mendoakan Jazakumullahu
khoiron katsiro , Jazakumullah akhsanul jaza’.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari sempurna , untuk itu penyusun mengharap kritik dan saran yang
membangun demi tersusunnya makalah yang sempurna. Akhirnya , penyusun berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat .
Nashrun
Minallah Wa Fatkhun Qorieb ...
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar .......................................................................................................... 1
Daftar Isi 2
BAB I : Pendahuluan
A. Latar Belakang .............................................................................................. 3
B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 4
C. Tujuan ............................................................................................................ 4
BAB II : Pembahasan
A. Pengertian Metode CTL ................................................................................ 5
B. Karakteristik Metode CTL ........................................................................... 6
C. Asas-Asas Metode CTL ................................................................................ 7
D. Perbedaan Pendekatan CTL dan
Pendekatan Tradisional ............................ 13
E.
Penerapan Metode CTL dalam Pembelajaran PAI ........................................ 14
BAB III : Penutup
A. Simpulan ........................................................................................................ 17
Daftar Pustaka .......................................................................................................... 18
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pembelajaran yang baik adalah suatu proses belajar
mengajar dimana kegiatan tersebut berpusat pada siswa (student center). Belajar
akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan
mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti
berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek, akan tetapi gagal dalam
membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Untuk itu
diperlukan suatu metode yang dapat mengaitkan kedua hal tersebut (pelajaran dan
kehidupan nyata siswa) dan metode yang paling tepat adalah CTL.
CTL adalah suatu proses pendidikan yang holistik dan
bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang
dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan
mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa
memiliki pengetahuan/ keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan dari
satu permasalahan atau konteks ke permasalahan dan juga pada konteks lainnya.
Ada tiga hal yang harus dipahami dalam menggunakan CTL.
Yang Pertama harus menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk
menemukan materi. Kedua, CTL mendorong agar siswa dapat menemukan
hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya
siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di
sekolah dengan kehidupan nyata. Ketiga, CTL mendorong siswa untuk dapat
menerapkannya dalam kehidupan, artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat
memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu
dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Materi pelajaran dalam
konteks CTL bukan untuk ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan, akan tetapi
sebagai bekal siswa dalam mengarungi kehidupan nyata.
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Apakah yang dimaksud dengan metode
pembelajaran CTL ?
2. Apa karakteristik metode
pembelajaran CTL ?
3. Apa asas-asas dalam metode
pembelajaran CTL ?
4. Apakah perbedaan pendekatan CTL dan
pendekatan tradisional ?
5. Bagaimana penerapan CTL dalam
kegiatan pembelajaran ?
C. TUJUAN
1. Memahami pengertian dari metode CTL
2. Memahami karakteristik dan asas-asas
dalam metode CTL
3. Mengetahui perbedaan metode CTL dan
metode tradisional
4. Memahami penerapan metode CTL dalam
pembelajaran PAI
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
METODE CTL
Kata kontekstual (contextual) berasal dari kata context yang
berarti ”hubungan, konteks, suasana dan keadaan (konteks)”. Dengan demikian
Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat diartikan sebagai suatu
pembelajaran yang berhubungan dengan suasana tertentu. Secara umum contextual
mengandung arti : Yang berkenan, relevan, ada hubungan atau kaitan langsung,
mengikuti konteks; Yang membawa maksud, makna, dan kepentingan. .
Adapun pengertian CTL menurut Depdiknas adalah : “Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan perencanaan dalam kehidupan mereka sehari–hari”
Adapun pengertian CTL menurut Depdiknas adalah : “Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan perencanaan dalam kehidupan mereka sehari–hari”
Pendekatan kontektual atau sering disebut dengan Contextual
Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Dengan pengertian di atas disimpulkan bahwa Pendekatan
kontekstual dalam pembelajaran atau lebih dikenal dengan istilah Contextual
Teching and Learning (CTL) merupakan sebuah sistem belajar yang didasarkan pada
filosofi bahwa siswa mampu menyerap pelajaran apabila mereka menangkap makna
dalam materi akademis yang mereka terima, dan mereka menangkap makna dalam
tugas-tugas sekolah jika mereka bisa mengaitkan informasi baru dengan
pengetahuan dan pengalaman yang sudah mereka miliki sebelumnya . Lebih mudah
memahaminya bahwa pembelajaran dengan pendekatan CTL adalah sebuah konsep
pembelajaran yang membantu pendidik untuk mengaitkan antara materi ajar dengan
situasi dunia nyata peserta didik, hal ini untuk mendorong peserta didik
membuat hubungan antara yang mereka pelajari dengan penerapanya dalam kehidupan
mereka (peserta didik) sebagai anggota keluarga dan masyarakat. pengertian ini
memberikan gambaran kepada kita bahwa yang menjadi titik tekan dalam
pembelajaran dengan pendekaran CTL adalah bagaimana menemukan sebuah makna
dalam materi yang sedang dipelajari serta apa mamfaat dan bagaimana
mencapainya.
B. KARAKTERISTIK
METODE CTL
a.
Kerjasama
b.
Saling
menunjang
c.
Menyenangkan
d.
Tidak
membosankan
e.
Belajar
dengan bergairah
f.
Pembelajaran
terintegrasi
g.
Menggunakan
berbagai sumber
h.
Siswa aktif
i.
Sharing
dengan teman
j.
Siswa kritis,
guru kreatif
C. ASAS-ASAS
METODE CTL
a)
Konstruktivisme
Pengertian konstruktivisme menurut Wina
Sanjaya (2006:12) adalah “Proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam
struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman”. Menurut pengembang filsafal
konstruktivisme Mark Baldwin dan diperdalam oleh Jean Piaget dalam Wina
Sanjaya (2006:13) menyatakan bahwa “Pengetahuan itu terbentuk bukan hanya dari
objek semata, tetapi juga dari kemampuan individu sebagai subjek yang menangkap
setiap objek yang diamatinya.
Esensi dari teori konstruktivis adalah
bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke
situasi lain, dan dapat dijadikan milik mereka sendiri. Dengan dasar itu,
pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi bukan menerima
pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan
mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses pembelajaran (Wina Sanjaya :
2006).
Menurut Suparno (1997:49) secara garis
besar prinsip– prinsip konstruktivisme yang diambil adalah :
1)
Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik secara personal maupun secara
sosial;
2)
Pengetahuan tidak dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali dengan kearifan siswa
sendiri untuk bernalar;
3) Siswa
aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga terjadi perubahan konsep
menuju konsep yang lebih rinci, lengkap serta sesuai dengan konsep ilmiah;
4)
Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi
siswa berjalan mulus. Suparno (1997:49)
b)
Inkuiri
Asas kedua dalam pembelajaran CTL adalah
inkuiri. Artinya, proses pembelajaran didasarkan pada pencapaian dan penemuan
melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta
hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Proses
menemukan inilah yang dirangsang secara optimal lewat penerapan strategi
pembelajaran CTL. Karena strategi pembelajaran CTL menekankan keaktifan siswa
dalam menemukan sendiri pengetahuan. Dengan
demikian dalam proses perencanaan, guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi
yang harus dihafal, akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa
dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya.
Ada beberapa langkah dalam kegiatan
menemukan dalam kegiatan menemukan ( inkuiry ) yang dapat dipraktekkan di kelas
:
1)
Merumuskan Masalah;
2)
Mengamati dan melakukan observasi;
3)
Menganalisis dan menyajikan hasil tulisan, gambar, laporan bagan, tabel dan
karya lainnya.
4)
Mengkomunikasikannya atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas,
guru atau audien yang lain. Suparno (1997:50)
c)
Bertanya (Questioning)
Menurut Suparno (1997:50) bertanya dapat
dipandang sebagai “Refleksi dari keingintahuan setiap individu; sedangkan
menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir. Dalam
proses pembelajaran melalui CTL, guru tidak menyampaikan informasi begitu saja,
akan tetapi memancing agar siswa dapat menemukan sendiri”.
Cara guru memnacing siswa untuk bertanya
akan dapat tereksplorasi dengan baik. Karena itu peran bertanya sangat penting,
sebab melalui pertanyaan–pertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa
untuk menemukan setiap materi yang di pelajarinya.
Banyak bertanya sering kali tidak di
tanggapi dengan positif oleh guru maupun teman–teman. Kelas bukan merupakan
tempat yang aman untuk ”berbuat kesalahan” dan eksplorasi. Anak kecil dalam
kepoloson belajarnya justru sering kali bertanya banyak hal yang terkadang
membingungkan orang tua seperti ” kenapa langit warnanya biru ? bagaimana adik
bisa berada di perut ibu ?”. Sekali lagi seiring perjalanan pendidikan kita,
kepolosan dan kekritisan tidak semakin terasah tetapi justru sebaliknya. Siswa
menjadi malas dan bahkan apatis terhadap kegiatan belajar yang dirasa sebagai
siksaan.
d)
Masyarakat Belajar (Learning Community)
Leo Semenovich Vygotsky seorang psikolog
Rusia dalam Suparno (1997:51), menyatakan bahwa :
“Pengetahuan
dan pemahaman anak ditopang bannyak oleh komunikasi dengan orang lain. Suatu
permasalahan tidak mungkin dapat di pecahkan sendiri, tetapi mebutuhkan bantuan
orang lain. Kerjasama saling memberi dan menerima sangat dibutuhkan untuk
memecahkan suatu persoalan. Konsep masyarakat belajar (learning community)
dalam CTL menyarankan agar hasil pembelajaran deperoleh melalui kerjasama
dengan orang lain”.
Kerjasama itu dapat dilakukan dalam
berbagai bentuk baik dalam kelompok belajar secara formal naupun dalam
lingkungan yang terjadi secara alamiah. Hasil belajar dapat diperoleh dari
hasil sharing dengan orang lain, antar teman, antar kelompok, yang sudah tahu
memberi tahu kepada yang belum tahu, yang pernah memiliki pengalaman membagi
pengalamannya kepada orang lain. Inilah hakekat dari masyarakat belajar,
masyarakat yang saling membagi.
Model pembelajaran dengan teknik Learning
Community sangat membantu proses pembelajaran di kelas. Prakteknya dalam
pembelajaran terwujud dalam :
1)
Pembentukan kelompok kecil;
2)
Pembentukan kelompok besar;
3)
Mendatangkan ”ahli” ke kelas (tokoh, olah ragawan, dokter, perawat, petani,
pengurus organisasi, polisi, tukang kayu dll);
4)
Bekerja dengan kelas sederajat;
5)
Bekerja kelompok dengan kelas di atasnya;
6)
Bekerja dengan masyarakat. (Suparno, 1997:52)
e)
Pemodelan (Modeling)
Yang dimaksud dengan asas modeling adalah
proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat
ditiru oleh setiap siswa. Misalnya : Guru memberikan contoh bagaimana cara
mengoperasikan sebuah alat, atau bagaimana cara melafalkan sebuah kalimat
asing, guru olah raga memberikan contoh bagaimana cara melempar bola, guru
kesenian memberikan contoh bagaimana cara memainkan alat musik, guru biologi
memberikan contoh bagaimana cara menggunakan termometer, dan lain sebagainya.
Proses modeling tidak sebatas dari guru
saja, akan tetapi dapat juga memanfaatkan siswa yang dinggap memiliki
kemampuan. Misalnya siswa yang pernah menjadi juara dalam membaca puisi dapat
disuruh untuk menampilkan kebolehannya di depan teman–temannya, dengan demikian
siswa dapat dianggap sebagai model. Modeling merupakan asas yang cukup penting
dalam pembelajaran CTL, sebab melalui modeling siswa dapat terhindar dari
pembelajaran yang teoretis-abstrak yang dapat memungkinkan terjadinya
verbalisme.
f)
Refleksi (Reflection)
Menurut Suparno (1997:53) “Refleksi adalah
cara berpikir tentang apa yang baru di pelajari atau berpikir ke belakang
tentang apa yang sudah dilakukan di masa lalu”. Refleksi merupakan respon
terhadap kejadian, aktivitas atau pengalaman yang batu di terima. Misalnya,
ketika pelajaran berakhir, siswa “merenung” kalau begitu, cara saya menyimpan
file selama ini salah, mestinya dengan cara yang baru saya pelajari, sehingga
file dalam komputer saya lebih tertata.
Pengetahuan diperoleh melalui proses, pengetahuan
dimiliki siswa diperluas melalui konteks pembelajaran yang kemudian diperluas
sedikit demi sedikit. Guru membantu siswa membuat hubungan–hubungan antara
pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru. Dengan
begitu siswa merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa
yang baru dipelajarinya. Refleksi menjawab pertanyaan kaum behaviorisme yang
memisahkan aspek jasmani manusia dengan aspek rohaninya. Selama ini siswa
menjalani pembelajaran dengan statis dan tanpa variasi. Jarang sekali mereka
diberi kesempatan untuk ”diam sejenak” dan berpikir tentang apa yang baru saja
mereka lakukan atau pelajari. Waktu amat cepat berlalu, semua terburu–buru dan
mungkin memang tidak sempat melakukannya.
g)
Penilaian Nyata (Authentic Assessment)
Suparno (1997:53) menyatakan bahwa “Proses
pembelajaran konvensional yang sering dilakukan guru pada saat ini, biasanya
ditekankan pada aspek intelektual sehingga alat evaluasi yang digunakan
terbatas pada penggunaan tes”. Dengan tes dapat diketahui seberapa jauh siswa
telah menguasai materi pelajaran. Dalam CTL, keberhasilan pembelajaran tidak
hannya ditentukan oleh perkembangan kemampuan intelektual saja, akan tetapi
perkembangan seluruh aspek. Oleh sebab itu, penilaian keberhasilan tidak hannya
ditentukan oleh aspek hasil belajar seperti tes, akan tetapi juga proses
belajar melalui penilaian nyata. Penilaian
nyata (Authentic Assessment) adalah proses yang dilakukan guru untuk
mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian
ini dilakukan untuk mengetahui apakah siswa benar–benar belajar atau tidak;
apakah pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap
perkembangan baik intelektual maupun mental siswa. Penilaian yang autentik
dilakukan secara terintegrasi dengan proses pembelajaran. Penilaian ini
dilakukan secara terus – menerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Oleh
sebab itu, tekanannya diarahkan kepada proses belajar bukan kepada hasil
belajar.
D. PERBEDAAN
PENDEKATAN CTL DAN PENDEKATAN TRADISIONAL
No.
|
Indikator
|
Pendekatan CTL
|
Pendekatan Tradisional
|
1
|
Konstruktivisme
|
Belajar
berpusat pada siswa untuk mengkonstruksi bukan menerima
|
Belajar
yang berpusat pada guru, formal, serius
|
2
|
Inquiri
|
Pengetahuan
diperoleh dengan menemukan, menyatukan rasa, karsa dan karya
|
Pengetahuan
diperoleh siswa dengan duduk manis, mengingat seperangkat fakta, memisahkan
kegiatan fisik dengan intelektual
|
3
|
Bertanya
|
Belajar
merupakan kegiatan produktif, menggali informasi, menghasilkan pengetahuan
dan keputusan
|
Belajar
adalah kegiatan konsumtif, menyerap informasi menghasilkan kebingungan dan
kebosanan
|
4
|
Masyarakat Belajar
|
Kerjasama
dan maju bersama, saling membantu
|
Individualistis
dan persaingan yang melelahkan
|
5
|
Pemodelan
|
Pembelajaran
yang Multi ways, mencoba hal – hal baru, kreatif
|
Pembelajaran
yang One way, seragam takut mencoba, takut salah
|
6
|
Refleksi
|
Pembelajaran
yang komprehensif, evaluasi diri sendiri/internal dan eksternal
|
Pembelajaran
yang terkotak – kotak, mengandalkan respon eksternal/guru
|
7
|
Penilaian Otentik
|
Penilaian
proses dan hasil, pengalaman belajar, tes dan non tes multi aspects
|
Penilaian
hasil, paper and pencil test, kognitif
|
E. PENERAPAN
METODE CTL DALAM PEMBELAJARAN PAI
Setiap siswa mempunyai gaya belajar yang berbeda – beda.
Perbedaan yang dimiliki siswa tersebut dinamakan sebagai unsur modalitas
belajar. Menurut Bobbi Deporter ada tiga tipe gaya belajar siswa, yaitu tive
visual, auditorial dan kinestis. Tipe visual adalah gaya belajar dengan cara
melihat, sedang tipe auditorial adalah tipe belajar dengan cara menggunakan
alat pendengarannya, dan tipe kinestetis adalah tipe belajar dengan cara
bergerak. Ketiga gaya belajar tersebut akan dapat diaplikasikan dengan baik
oleh pendidik dengan menggunakan CTL.
Pembelajaran secara kontekstual ini dapat diterapkan
dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun
keadaannya. Pendekatan pembelajaran kontekstual dalam kelas cukup mudah. Secara
garis besar, langkahnya sebagai berikut ini :
- Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya
- Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk semua topik
- kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya
- Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok – kelompok)
- Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
- Lakukan refleksi di akhir pertemuan
- Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara yang betul – betul menunjukan kemampuan siswa
Untuk itu ada beberapa
catatan dalam penerapan CTL sebagai suatu strategi pembelajaran, diantaranya:
- Strategi pembelajaran kontekstual adalah model pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental.
- Strategi pembelajaran kontekstual memandang bahwa belajar bukan menghafal akan tetapi proses berpengalaman dalam kehidupan nyata. Artinya CRL bukan hannya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari – hari.
- Kelas dalam pembelajaran CTL bukan sebagai tempat untuk memperoleh informasi, akan tetapi sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan mereka di lapangan. Artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung.
- Materi pelajaran ditemukan oleh siswa sendiri bukan hasil pemberian dari orang lain. Artinya CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyara, jadi siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan.
Sehubungan dengan hal
tersebut, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan bagi setiap guru
manakala menggunakan pendekatan CTL, yaitu :
- Siswa dalam pembelajaran dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil, melainkan organisme yang sementara berada pada tahap – tahap perkembangan. Kemampuan belajar akan sangat ditentukan oleh tikat perkembangan dan pengalaman mereka. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau ” penguasa ” yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
- Siswa memiliki kecenderungan untuk belajar hal – hal yang baru dan penuh tantangan. Kegemaran anak adalah mencoba hal – hal yang dianggap aneh dan baru. Oleh karena itulah belajar bagi mereka adalah mencoba memecahkan setiap persoalan yang menantang. Dengan demikian, guru berperan dalam memilih bahan – bahan belajar yang dianggap penting untuk dipelajari oleh siswa.
- Balajar bagi siswa adalah proses mencari keterkaitan atau keterhubungan antara hal – hal yang baru dengan hal – hal yang sudah di ketehui. Dengan demikian, peranan guru adalah membantu agar setiap siswa mampu menemukan keterkaitan antara pengalaman baru dengan pengalaman sebelumnya.
- Belajar bagi anak adalah proses penyempurnaan skema yang telah ada ( asimilasi ) atau proses pembentukan skema atau ( akomodasi ), dengan demikian tugas guru adalah memfasilitasi ( mempermudah ) agar anak mampu melakukan proses asimilasi dan proses akomodasi.
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
CTL merupakan konsep belajar yang membantu
guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa
dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Di
dalam CTL terdapat beberapa karakteristik yang perlu diperhatikan ketika
seorang pendidik akan memberikan makna dalam pembelajarannya, yaitu :
Kerjasama, Saling menunjang, Menyenangkan, Tidak membosankan, Belajar
dengan bergairah, Pembelajaran terintegrasi, Menggunakan berbagai
sumber, Siswa aktif, Sharing dengan teman, Siswa harus kritis, dan
guru harus kreatif.
CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa
saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Dengan
demikian CTL merupakan suatu model pembelajaran yang dapat dengan mudah
diaplikasikan oleh setiap pendidik. Untuk mewujudkan pembelajaran yang sesuai
dengan konsep CTL, tentunya setiap pendidik juga harus melihat dan
memperhatikan asas – asas yang terdapat dalamnya, hal ini diperlukan agar
pembelajaran tersebut benar – benar sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan
sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta; Bumi Aksara, 1999.
2. Ramayulis, Metodologi
Pendidikan Agama Islam, Jakarta; Kalam Mulia, 2005
3. http://blog.umy.ac.id/igoputra/2012/01/16/metode-pembelajaran-ctl-contextual-teaching-and-learning/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar