KATA
PENGANTAR
Alhamdulillahirobil’alamin
....
Puji dan syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang
atas limpahan rahmat dan nikmat-Nya , penyusun dapat menyelesaikan makalah ini
.
Makalah berjudul “ Strategi Guru
PAI Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa “ ini disusun dalam rangka memenuhi
tugas ujian akhir semester matakuliah Psikologi Belajar PAI yang diampu oleh Bapak
Imron , S.Ag , M.A .
Dalam menyelesaikan makalah ini, penyusun tak
lepas dari bantuan , bimbingan serta motivasi dari berbagai pihak yang tidak
mungkin penyusun sebutkan satu per satu . Oleh karena itu
penyusun mengucapkan terima kasih serta mendoakan Jazakumullahu khoiron katsiro , Jazakumullah akhsanul jaza’.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari sempurna , untuk itu penyusun mengharap kritik dan saran yang membangun
demi tersusunnya makalah yang sempurna. Akhirnya , semoga makalah ini dapat
bermanfaat .
Nashrun
Minallah Wa Fatkhun Qorieb ... Fastabiqul Khoirot ...
Penyusun
DAFTAR
ISI
Halaman
Halaman
Judul
Kata
Pengantar .......................................................................................................... 1
Daftar
Isi 2
BAB I :
Pendahuluan
A.
Latar
Belakang .............................................................................................. 3
B.
Rumusan
Masalah ......................................................................................... 4
C.
Tujuan
............................................................................................................ 4
BAB II :
Pembahasan
A.
Pengertian
Kesulitan Belajar ......................................................................... 5
B.
Jenis
– Jenis Kesulitan Belajar Siswa ............................................................ 7
C.
Faktor
Penyebab Kesulitan Belajar Siswa ..................................................... 14
D.
Kendala
Guru PAI dalam Mengajar ............................................................. 16
E. Strategi Guru PAI dalam
Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa ..................... 17
BAB III
: Penutup
A.
Simpulan
........................................................................................................ 18
Daftar
Pustaka .......................................................................................................... 20
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Aktifitas belajar
bagi setiap individu, tidak selamanya dapat berlangsung secara wajar.
Kadang-kadang lancar, kadang-kadang tidak, kadang-kadang dapat cepat menangkap
apa yang dipelajari, kadang-kadang terasa amat sulit. Dalam hal semangat,
terkadang semangatnya tinggi, tetapi juga sulit untuk mengadakan konsentrasi.
Demikian kenyataan
yang sering kita jumpai pada setiap anak didik dalam kehidupan sehari-hari
dalam kaitannya dengan aktifitas belajar. Setiap individu memang tidak ada yang
sama. perbedaan individu ini pulalah yang menyebabkan perbedaan tingkah laku
dikalangan anak didik. “dalam keadaan di mana anak didik / siswa tidak dapat
belajar sebagaimana mestinya, itulah yang disebut dengan kesulitan belajar. Kesulitan belajar merupakan kekurangan yang
tidak nampak secara lahiriah. Ketidak mampuan dalam belajar tidak dapat
dikenali dalam wujud fisik yang berbeda dengan orang yang tidak mengalami
masalah kesulitan belajar. Kesulitan belajar ini tidak selalu disebabkan karena
factor intelligensi yang rendah (kelaianan mental), akan tetapi dapat juga
disebabkan karena faktor lain di luar intelligensi. Dengan demikian, IQ yang
tinggi belum tentu menjamin keberhasilan belajar.
Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa kesulitan belajar adalah suatu kondisi proses belajar
yang ditandai hambatan-hambatan tertentu dalam mencapai hasil belajar. image
Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, kita dihadapkan dengan sejumlah
karakterisktik siswa yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat menempuh
kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun
di sisi lain tidak sedikit pula siswa yang justru dalam belajarnya mengalami
berbagai kesulitan.
Kesulitan belajar siswa ditunjukkan
oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat
bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis, sehingga pada akhirnya
dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada di bawah semestinya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah
yang dimaksud dengan kesulitan belajar ?
2.
Apa
saja jenis – jenis kesulitan belajar pada siswa ?
3.
Apakah
faktor yang menjadi penyebab kesulitan belajar pada siswa ?
4.
Apakah
kendala yang dihadapi guru PAI ketika mengajar ?
5.
Bagaimana
strategi guru PAI menghadapi kesulitan belajar pada siswa ?
C.
Tujuan
1.
Memahami
pengertian kesulitan belajar
2.
Mengetahui
jenis-jenis kesulitan belajar dan penanganannya
3.
Mengetahui
faktor-faktor penyebab kesulitan belajar
4.
Mengetahui
dan memahami kendala yang dihadapi guru PAI ketika mengajar
5.
Mengetahui
dan memahami strategi guru PAI dalam menghadapi kesulitan belajar pada siswa
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN KESULITAN BELAJAR
Kesulitan belajar adalah kondisi
dimana anak dengan kemampuan intelegensi rata-rata atau di atas rata-rata,
namun memiliki ketidakmampuan atau kegagalan dalam belajar yang berkaitan
dengan hambatan dalam proses persepsi, konseptualisasi, berbahasa, memori,
serta pemusatan perhatian, penguasaan diri, dan fungsi integrasi sensori
motorik (Clement, dalam Weiner, 2003).
Berdasarkan pandangan Clement
tersebut maka pengertian kesulitan belajar adalah kondisi yang merupakan
sindrom multidimensional yang bermanifestasi sebagai kesulitan belajar spesifik
(spesific learning disabilities), hiperaktivitas dan/atau
distraktibilitas dan masalahemosional.
Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya
hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat
psikologis, sosiologis, maupun fisiologis, sehingga pada akhirnya dapat
menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada di bawah semestinya.
Kesulitan belajar siswa mencakup pengetian yang luas, diantaranya : (a)
learning disorder; (b) learning disfunction; (c) underachiever; (d) slow
learner, dan (e) learning diasbilities.
Di bawah ini akan diuraikan dari
masing-masing pengertian tersebut :
a. Learning
Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana
proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan.
Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak
dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya
respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih
rendah dari potensi yang dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan
olah raga keras seperti karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami
kesulitan dalam belajar menari yang menuntut gerakan lemah-gemulai.
b. Learning
Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang
dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut
tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat indra, atau
gangguan psikologis lainnya. Contoh : siswa yang yang memiliki postur tubuh
yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola volley, namun karena
tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka dia tidak dapat menguasai
permainan volley dengan baik.
c. Under
Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya
memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi
prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh : siswa yang telah dites
kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ =
130 – 140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau malah sangat
rendah.
d. Slow
Learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat
dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama
dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang
sama.
e. Learning
Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala
dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil
belajar di bawah potensi intelektualnya
B.
JENIS - JENIS KESULITAN BELAJAR SISWA
Dari
pengertian kesulitan belajar di atas maka jenis-jenis kesulitan belajar dapat
dikelompokkan kepada murid-murid yang mengalami. Jenis-jenis kesulitan belajar
tersebut yaitu:
1.
Kesulitan Membaca (Disleksia)
Membaca
merupakan aktivitas audiovisual untuk memperoleh makna dari symbol berupa huruf
atau kata. Aktivitas ini meliputi dua proses, yaitu proses decoding, juga
dikenal dengan istilah membaca teknis, dan proses pemahaman. Membaca teknis
adalah proses pemahaman atas hubungan antar huruf dan bunyi atau menerjemahkan
kata-kata tercetak menjadi bahasa lisan atau sejenisnya.
Berdasarkan
hasil penelitian di negara maju, lebih dari 10% murid sekolah mengalami
kesulitan membaca. Kesulitan membaca ini menjadi penyebab utama kegagalan anak
di sekolah. Hal ini dapat dipahami, kerena membaca merupakan salah satu bidang
akademik dasar, selain menulis dan berhitung. Kesulitan membaca juga
menyebabkan anak merasa rendah diri, untuk termotivasi belajar, dan sering juga
mengakibatkan timbulnya perilaku menyimpang pada anak. Hal ini terjadi karena
dalam masyarakat yang semakin maju, kemampuan membaca merupakan kebutuhan,
karena sebagian informasi disajikan dalam bentuk tertulis dan hanya dapat
diperoleh melalui membaca.
Kesulitan
belajar membaca sering disebut disleksia. Kesulitan belajar membaca yang
berat disebut aleksia. Kemampuan membaca tidak hanya merupakan dasar
untuk menguasai berbagai bidang akademik, tetapi juga untuk meningkatkan
keterampilan kerja dan memungkinkan orang untuk berpartisipasi dalam kehidupan
masyarakat secara bersama. Ada dua jenis pelajaran membaca, yaitu membaca
permulaan atau membaca lisan dan membaca pemahaman. Mengingat pentingnya
kemampuan membaca bagi kehidupan, kesulitan belajar membaca hendakna ditangani
sedini mungkin. Ada dua tipe disleksia, yaitu disleksia auditoris dan disleksia
visual.
Anak
yang memiliki keterlambatan kemampuan membaca, mengalami kesulitan dalam
mengartikan atau mengenali struktur kata-kata (misalnya huruf atau suara yang
seharusnya tidak diucapkan, sisipan, penggantian atau kebalikan) atau
memahaminya (misalnya, memahami fakta-fakta dasar, gagasan, utama, urutan
peristiwa, atau topik sebuah bacaan). Mereka juga mengalami kesulitan lain
seperti cepat melupakan apa yang telah dibacanya. Sebagian ahli berargumen bahwa
kesulitan mengenali bunyi-bunyi bahasa (fonem) merupakan dasar bagi
keterlambatan kemampuan membaca, dimana kemampuan ini penting sekali bagi
pemahaman hubungan antara bunyi bahasa dan tulisan yang mewakilinya.
Gejala-gejala
disleksia visual adalah sebagai berikut:
a.
Tendensi terbalik.
b.
Kesulitan diskriminasi, mengacaukan huruf atau kata yang mirip.
c.
Kesulitan mengikuti dan mengingat urutan visual.
d.
Memori visual terganggu.
e.
Kecepatan persepsi lambat.
f.
Kesulitan analisis dan sintesis visual.
g.
Hasil tes membaca buruk.
h.
Biasanya lebih baik dalam kemampuan aktivitas auditoris.
Anak
yang mengalami disleksia memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a.
Tidak lancar dalam membaca,
b.
Sering banyak kesalahan dalam membaca,
c.
Kemampuan memahami isi bacaan sangat rendah,
d.
Sulit membedakan huruf yang mirip.
2.
Kesulitan
Menulis (Disgrafia)
Penelitian
dan pengembangan dalam pengajaran menulis sejak dulu memang kurang mendapat
perhatian. Hal ini terlihat jarangnya hasil penelitian pembaharuan metodologi
pengajaran menulis. Baru dalam dasa warsa terakhir ini, beberapa pakar mulai
tertarik pada bidang ini. Beberapa hasil penelitian mulai dipublikasikan,
demikian juga muncul beberapa pemikiran inovatif terhadap pengajaran membaca.
Berdasarkan hasil penelitian di negara-negara maju, 80% dari populasi murid
sekolah menengah tidak dapat menulis dengan baik dan 50% tidak menyukai proses
menulis. Di kalangan pendidikan luar biasa, angka-angka ini pasti lebih besar,
karena sebagian besar anak luar biasa mengalami kesulitan menulis. Penelitian
ini dilakukan di negara maju. Di Indonesia masalahnya mungkin lebih besar,
karena proses belajar mengajar di semua jenjang pendidikan tidak menuntut anak
untuk banyak menulis.
Tujuan
utama pengajaran menulis adalah keterbacaan. Untuk dapat mengkomunikasikan
pikiran dalam bentuk tertulis, pertama-tama anak harus dapat menulis dengan
mudah dan dapat membaca. Oleh karena itu, pengajaran menulis pada tahap awal
difokuskan pada cara memegang alat tulis dengan benar, menulis huruf balok dan
huruf bersambung dengan benar, dan menjaga jarak dan proporsi huruf secara
benar dan konsisten.
Kesulitan
belajar menulis disebut juga disgrafia. Kesulitan belajar menulis yang
berat disebut agrafia. Ada tiga jenis pelajaran menulis, yaitu menulis
permulaan, mengeja atau dikte, dan menulis ekspresif. Kegunaan kemampuan
menulis bagi seorang siswa adalah untuk menyalin, mencatat, dan mengerjakan
sebagian besar tugas sekolah. Oleh karena itu, kesulitan belajar menulis
hendaknya dideteksi dan ditangani sejak dini agar tidak menimbulkan kesulitan
bagi anak dalam mempelajari berbagai mata pelajaran yang diajarkan di sekolah.
Ada
beberapa jenis kesulitan yang dialami oleh anak berkesulitan menulis, antara
lain sebagai berikut:
a.
Terlalu terlambat dalam menulis.
b.
Sarah arah ada penulisan huruf dan angka, misalnya menulis huruf “n” dimulai
dari ujung bawah kaki kanan huruf, naik, lengkung ke kiri, ke bawah, baru
kembali naik,
c.
Terlalu miring.
d.
Jarak antar huruf tidak konsisten.
e.
Tulisan kotor.
f.
Tidak tepat dalam mengikuti garis horizontal.
g.
Bentuk huruf atau angka tidak terbaca.
h.
Tekanan pensil tidak tepat (terlalu tebal atau tipis).
i.
Ukuran tulisan terlalu besar atau terlalu kecil.
j.
Kentuk terbalik (seperti bercermin).
Kesulitan
menulis yang dialami anak dapat disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya
gangguan motorik, gangguan emosi, gangguan persepsi visual, atau gangguan
ingatan. Gangguan gerak halus dapat menganggu keterampilan menulis, misalnya
seorang anak mungkin mengerti ejaan suatu kata, tetapi ia tidak dapat menulis
secara jelas ataun mengikuti kecepatan gurunya, hal ini dapat berakibat pada
penguasaan bidang studi akademik lain.
Anak
yang mengalami disgrafia memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- Tulisan terlalu jelek atau tidak terbaca.
- Sering terlambat dibanding yang lain dalam menyalin tulisan.
- Tulisan banyak salah, banyak huruf terbalik dan hilang.
- Sulit menulis dengan lurus pada kertas tak bergaris.
- Menulis huruf tidak sesuai dengan kaidah bahasa.
3.
Kesulitan
Berhitung (Diskalkulia)
Berhitung
adalah salah satu cabang matematika, ilmu hitung adalah suatu bahasa yang
digunakan untuk menjelaskan hubungan antara berbagai proyek, kejadian, dan
waktu. Ada orang yang beranggapan bahwa berhitung sama dengan matematika.
Anggapan semacam ini tidak sepenuhnya keliru karena hamper semua cabang
matematika yang menurut Moris Kline (1981) berjumlah delapan puluh cabang besar
selalu ada berhitung.
Kesulitan
belajar berhitung disebut juga diskalkulia. Kesulitan belajar berhitung
yang berat disebut akalkulia. Ada tiga elemen pelajaran berhitung yang
harus dikuasai oleh anak. Ketiga elemen tersebut adalah konsep, komputasi, dan
pemecahan masalah. Seperti halnya bahasa, berhitung yang merupakan bagian dari
matematika adalah sarana sarana berpikir keilmuan. Oleh karena itu, seperti halnya
kesulitan belajar bahasa, kesulitan berhitung hendaknya dideteksi dan ditangani
sejak dini agar tidak menimbulkan kesulitan bagi anak dalam mempelajari
berbagai mata pelajaran yang diajarkan di sekolah.
Kesulitan
belajar berhitung merupakan jenis kesulitan belajar terbanyak disamping
membaca. Padahal seperti halnya keterampilan membaca, keterampilan menghitung
merupakan sarana yang sangat penting untuk menguasai bidang studi lainnya.
Ciri-ciri anak yang mengalami diskalkula yaitu:
- Sering sulit membedakan tanda-tanda dalam hitungan,
- Sering sulit mengoperasikan hitungan/bilangan meskpun sederhana,
- Sering salah membilang dengan urut,
- Sulit membedakan angka yang mirip, misalnya angka 6 dan 9, 17 dengan 71,
- Sulit membedakan bangun-bangun geometri.
Penanganan Kesulitan
Belajar
1. Kesulitan
Membaca (Disleksia)
Disleksia
merupakan gangguan neourologis yang sifatnya genetis. Jadi kondisi ini menetap.
Disleksia tidak bisa diobati tetapi bisa diintervensi sehingga anak bisa
mengatasi masalahnya. Contohnya, anak tidak bisa membaca lalu dibacakan.
Bagi orang yang tidak paham anak tersebut bisa dikatakan pemalas, bodoh, keras
kepala dan sebagainya.
Cara
yang paling sederhana, paling efektif untuk membantu anak-anak penderita
disleksia belajar membaca dengan mengajar mereka membaca dengan metode phonic.
Idealnya anak-anak akan mempelajari phonic di sekolah bersama guru, dan juga
meluangkan waktu untuk berlatih phonic di rumah bersama orang tua mereka.
Metode phonic ini telah terbukti berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan
anak dalam membaca (Gittelment & Feingold, 1983). Metode phonic ini
merupakan metode yang digunakan untuk mengajarkan anak yang mengalami problem
dysleksia agar dapat membaca melalui bunyi yang dihasilkan oleh mulut. Metode ini
dapat ssudah dikemas dalam bentuk yang beraneka ragam, baik buku, maupun
software.
Berikut
ini merupakan ide-ide yang dapat membantu anak dengan phonic dan membaca:
- Mencoba untuk menyisihkan waktu setiap hari untuk membaca.
- Tunda sesi jika anak terlalu lelah, lapar, atau mudah marah hingga dapat memusatkan perhatian.
- Jangan melakukan sesuatu yang berlebih-lebihan pada saat pertama, mulailah dengan sepuluh atau lima belas menit sehari.
- Tentukan tujuan yang dapat dicapai: satu hari sebanyak satu halaman dari buku phonics atau buku bacaan mungkin cukup pada saat pertama.
- Bersikap positif dan puji anak ketika anak membaca dengan benar. Ketika anak membuat kesalahan, bersabarlah dan bantu untuk membenarkan kesalahan.
- Ketika membaca cerita bersama-sama, pastikan bahwa anak tidak hanya melafalkan kata-kata, tetapi merasakannya juga. Tanyakan pendapatnya tentang cerita atau karakter-karakter dalam cerita tersebut.
- Mulai dengan membaca beberapa halaman pertama atau paragraph dari cerita dengan suara keras untuk memancing anak. Kemudian meminta anak membaca terusan ceritanya untuk mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya.
- Variasikan aktivitas dengan meluangkan beberapa sesi untuk melakukan permaianan kata-kata sebagai ganti aktivitas membaca, atau meminta anak untuk mengarang sebuah cerita, tulislah cerita tersebut, dan mintalah ia untuk membaca kembali tulisan tersebut.
- Berikan hadiah padanya ketika anak melakukan sesuatu dengan sangat baik atau ketika ada perubahan yang nyata pada nilai-nilainya di sekolah.
Cara
lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi anak disleksia antara lain:
- Mendemonstrasikan apa yang ingin dikerjakan anak.
- Menceritakan kepada anak hal yang sedang dilakukannya.
- Mendorong anak bercakap-cakap.
- Memperlihatkan kepada anak gambar yang menarik (bukan gambar makhluk bernyawa) sehingga anak mampu mendeksripsikan dan menginterpretasikan.
- Membaca dan menceritakan cerita pendek kepada anak.
- Meminta atau memberi dukungan kepada anak untuk bercerita di depan kelas tentang situasi menarik yang dialami di rumah atau di tempat lain.
- Membuat permainan telepon-teleponan.
2.
Kesulitan Menulis (Disgrafia)
Untuk
mengatasi problem disgrafia ini, sangatlah baik apabila kita belajar dari
sebuah kasus anak yang mengalami disgrafia. Problem disgrafia muncul pada
Stephen saat sekolah dasar, ia memiliki nilai yang bagus pada masa-masa awal,
akan tetapi kemudian nilainya jatuh dan akhirnya guru Stephen di kelas V
memanggilnya, dan juga memanggil orang tuanya. Guru tersebut meminta orang tua
Stephen untuk mengajari Stephen mengetik pada mesin ketik yang dapat dibawa
kemana-mana (portable). Hasilnya nilai dan prestasi Stephen meningkat secara
tajam.
Sebagian
ahli merasa bahwa pendekatan yang terbaik untuk disgrafia adalah dengan jalan
mengambil jalan pintas atas problem tersebut, yaitu dengan menggunakan
teknologi untuk memberikan kesempatan pada anak mengerjakan pekerjaan sekolah
tanpa harus bersusah payah menulis dengan tangannya.Ada dua bagian dalam
pendekatan ini. Anak-anak menulis karena dua alasan : pertama untuk menangkap
informasi yang mereka butuhkan untuk belajar (dengan menulis catatan) dan kedua
untuk menunjukkan pengetahuan mereka tentang suatu mata pelajaran (tes-tes
menulis). Sebagai ganti menulis dengan tangan, anak-anak dapat:
- Meminta fotokopi dari catatan-catatan guru atau meminta ijin untuk mengkopi catatan anak lain yang memiliki tulisan tangan yang bagus, mereka dapat mengandalkan teman tersebut dan mengandalkan buku teks untuk belajar.
- Belajar cara mengetik dan menggunakan laptop/note book untuk membuat catatan di rumah dan menyelesaikan tugas-tugas sekolah.
- Menggunakan alat perekam untuk menangkap informasi saat pelajaran. Sebagai ganti menulis jawaban tes dengan tangan, mereka dapat:
1)
Melakukan tes secara lisan.
2)
Mengerjakan tes dengan pilihan ganda.
3)
Mengerjakan tes-tes yang dibawa pulang (take – home test) atau tes dalam kelas
dengan cara menegtik.
4)
Bila strategi-strategi di atas tidak mungkin dilakukan karena beberapa alasan,
maka anak-anak penderita dysgraphia harus diijinkan untuk mendapatkan waktu
tambahan untuk tes-tes dan ujian tertulis.
- Luangkan waktu lebih, dalam tugas menulis
- Kalau kesulitan dalam jarak, kita bisa membantu mereka dengan menaruh jari di mulut antara satu kata dengan kata yang lain
Keuntungan
dari pendekatan ini adalah bahwa pendekatan ini memberikan perbedaan yang
segera tampak pada anak. Dari pada mereka harus bersusah payah mengusai suatu
keterampilan yang sangat sulit bagi mereka, dan nantinya mungkin akan jarang
dibutuhkan ketika beranjak dewasa, mereka dapat berkonsentrasi untuk
mempelajari keterampilan lain, dan dapat menunjukkan apa yang mereka ketahui.
Hal ini membuat mereka merasa lebih baik berkenaan dengan sekolah dan diri
mereka sendiri. Tidak ada alasan untuk menyangkal kesempatan bagi seorang anak
yang cerdas untuk meraih kesuksesan di sekolah. selain itu, karena pendidikan
sangatlah penting bagi masa depan anak, maka tidak sepadan resiko membiarkan
anak menjadi semakin lama semakin frustasi dan menjadi putus asa karena
pekerjaan sekolah.
3.
Kesulitan Berhitung (Diskalkulia)
Seorang
anak bersama Jesica (sepuluh tahun, duduk di kelas V) didapati mengalami
masalah dengan mata pelajaran matematika. Nilai matematika yang Jessica dapat
selalu rendah, walaupun pada mata pelajaran lain, nilainya baik. Lalu seorang
guru memanggilnya, dan memberinya lembar kertas dan pensil dan memintanya
menyelesaikan soal berikut: Jones seorang petani memiliki 25 pohon apel dan
tiap pohon menghasilkan 50 kilogram apel pertahun, berapa kilogram apel yang dihaislkan
Jones tiap tahun? Ia berusaha keras menemukan jawabannya tetapi tetap tidak
bisa. Ketika guru bertanya bagaimana cara menyelesaikan, ia menjawab, ia harus
mengalikan 25 dengan 50, akan tetapi ia tidak dapat menghitungnya. Kemudian
guru memberinya kalkulator, dan kemudian ia dapat menghitungnya. Inilah
gambaran seorang anak yang mengalami problem “dyscalculia”.
Seperti
halnya problem kesulitan menulis dan membaca, ada dua pendekatan yang mungkin
dapat mengatasi diskalkulia, yaitu dengan menawarkan beberapa bentuk
penganganan matematika yang intensif, atau dengan mengambil jalan pintas.
Pendekatan yang pertama, yaitu penanganan matematika yang intensif, dapat dilakukan dengan teknik “individualisasi yang dibantu tim”. Pendekatan ini menggunakan pengajaran secara privat dengan teman sebaya (peer tutoring). Pendekatan ini mendasari tekniknya pada pemahaman bahwa kecepatan belajar seorang anak berbeda-beda, sehingga ada anak yang cepat menangkap, dan ada juga yang lama. Teknik ini mendorong anak yang cepat menangkap materi pelajaran agar mengajarkannya pada temannya yang lain yang mengalami problem diskalkulia tersebut.
Pendekatan yang pertama, yaitu penanganan matematika yang intensif, dapat dilakukan dengan teknik “individualisasi yang dibantu tim”. Pendekatan ini menggunakan pengajaran secara privat dengan teman sebaya (peer tutoring). Pendekatan ini mendasari tekniknya pada pemahaman bahwa kecepatan belajar seorang anak berbeda-beda, sehingga ada anak yang cepat menangkap, dan ada juga yang lama. Teknik ini mendorong anak yang cepat menangkap materi pelajaran agar mengajarkannya pada temannya yang lain yang mengalami problem diskalkulia tersebut.
Pendekatan
yang kedua, yaitu jalan pintas, sebagaimana Jessica diberikan kalkulator untuk
menghitung, maka anak dengan problem diskalkulia ini juga dapat diberikan
kalkulator untuk menghitung. Cara lain yang dapat menolong mereka dengan cara
sebagai berikut:
- Gunakan diagram dan gambarkan konsep-konsep matematika
- Gunakan kertas
grafik untuk latihan berulang – ulang sampai siswa faham dan mengerti.
C.
FAKTOR PENYEBAB KESULITAN BELAJAR SISWA
Masalah
kesulitan belajar ini, tentunya disebabkan oleh berbagai faktor. Untuk
memberikan suatu bantuan kepada anak yang mengalami kesulitan belajar, tentunya
kita harus mengetahui terlebih dahulu faktor apa yang menjadi penyebab
munculnya masalah kesulitan belajar.
Faktor-faktor
penyebab kesulitan belajar dapat digolongkan ke dalam dua golongan, yaitu :
- Faktor
Intern (faktor dari dalam diri anak itu sendiri) yang
meliputi:
a. Faktor fisiologi
Faktor
fisiologi adalah faktor fisik dari anak itu sendiri. seorang anak yang sedang
sakit, tentunya akan mengalami kelemahan secara fisik, sehingga proses menerima
pelajaran, memahami pelajaran menjadi tidak sempurna. Selain sakit faktor
fisiologis yang perlu kita perhatikan karena dapat menjadi penyebab munculnya
masalah kesulitan belajar adalah cacat tubuh, yang dapat kita bagi lagi menjadi
cacat tubuh yang ringan seperti kurang pendengaran, kurang penglihatan, serta
gangguan gerak, serta cacat tubuh yang tetap (serius) seperti buta, tuli, bisu,
dan lain sebagainya.
b. Faktor psikologis
Faktor
psikologis adalah berbagai hal yang berkenaan dengan berbagai perilaku yang ada
dibutuhkan dalam belajar. Sebagaimana kita ketahui bahwa belajar tentunya
memerlukan sebuah kesiapan, ketenangan, rasa aman. Selain itu yang juga
termasuk dalam faktor psikologis ini adalah inteligensi yang dimiliki oleh
anak. Anak yang memiliki IQ ( cerdas (110-140), atau genius (lebih dari 140)
memiliki potensi untuk memahami pelajaran dengan cepat. Sedangkan anak-anak
yang tergolong sedang (90-110) tentunya tidak terlalu mengalami masalah
walaupun juga pencapaiannya tidak terlalu tinggi. Sedangkan anak yang memiliki
IQ dibawah 90 atau bahkan dibawah 60 tentunya memiliki potensi mengalami
kesulitan dalam masalah belajar. Untuk itu, maka orang tua, serta guru perlu
mengetahui tingkat IQ yang dimiliki anak atau anak didiknya. Selain IQ faktor
psikologis yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar
adalah bakat, minat, motivasi, kondisi kesehatan mental anak.
- Faktor Ekstern (faktor
dari luar anak) meliputi:
a. Faktor-faktor sosial
Yaitu
faktor-faktor seperti cara mendidik anak oleh orang tua mereka di rumah.
Anak-anak yang tidak mendapatkan perhatian yang cukup tentunya akan berbeda
dengan anak-anak yang cukup mendapatkan perhatian, atau anak yang terlalu
diberikan perhatian. Selain itu juga bagimana hubungan orang tua dengan anak,
apakah harmonis, atau jarang bertemu, atau bahkan terpisah. Hal ini tentunya
juga memberikan pengaruh pada kebiasaan belajar anak.
b. Faktor-faktor non-sosial
Faktor-faktor
non-sosial yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar
adalah faktor guru di sekolah, kemudian alat-alat pembelajaran, kondisi tempat
belajar, serta kurikulum.
Ada
beberapa penyebab kesulitan belajar lain yang terdapat pada literatur dan hasil
riset (Harwell, 2001), yaitu :
- Faktor keturunan/bawaan.
- Gangguan semasa kehamilan, saat melahirkan atau premature.
- Kondisi janin yang tidak menerima cukup oksigen atau nutrisi dan atau ibu yang merokok, menggunakan obat-obatan (drugs), atau meminum alkohol selama masa kehamilan.
- Trauma pasca kelahiran, seperti demam yang sangat tinggi, trauma kepala, atau pernah tenggelam.
- Infeksi telinga yang berulang pada masa bayi dan balita. Anak dengan kesulitan belajar biasanya mempunyai sistem imun yang lemah.
- Awal masa kanak-kanak yang sering berhubungan dengan aluminium, arsenik, merkuri/raksa, dan neurotoksin lainnya.
D.
KENDALA GURU PAI DALAM MENGAJAR
·
Kendala umum :
a.
Rendahnya minat belajar siswa dalam belajar PAI
b.
Kurangnya sarana pembelajaran PAI
c.
Keterbatasan guru PAI dalam menguasai metode
pembalajaran,
d.
Perbedaan pemahaman siswa terhadap pemahaman
PAI yang disebabkan oleh latar belakang pendidikan siswa
e.
Tidak adanya seleksi yang ketat dalam
penerimaan siswa baru
f.
Makin merosotnya moral siswa akibat kemajuan
teknologi
·
Kendala khusus :
a.
Kendala Internal
- Rendahnya
motivasi belajar siswa
- Menurunnya
konsentrasi belajar siswa
- Kesulitan
mengolah bahan belajar
- Rendahnya
kemampuan belajar
- Berkurangnya
rasa percaya diri siswa
- Tingkat
inteligensi dan prestasi yang menurun
- Cita-cita siswa
yang tidak realistis
b.
Kendala Eksternal
- Fungsi guru /
pendidik tidak maksimal
- Kurikulum tidak
cocok
- Sarana dan
prasarana kurang memadai
- Lingkungan
sosial sekolah yang kurang mendukung
E.
STRATEGI GURU PAI MENGATASI KESULITAN BELAJAR SISWA
Upaya yang dilakukan dalam mengatasi
masalah yang dihadapi guru Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam proses
belajar-mengajar adalah :
1.
Melakukan pendekatan pada siswa dan konsultasi
privat
2.
Mencari data dari permasalahan penyebab
kesulitan belajar siswa dari wali kelas dan orangtua siswa
3.
Mengadakan pendekatan terhadap para orang tua
agar mereka lebih peduli lagi terhadap pelajaran PAI yang di tempuh oleh
anaknya
4.
Meningkatkan motivasi belajar para siswa
melalui pendekatan spiritual
5.
Mengenai kurangnya literatur PAI sebaiknya guru
memberi pinjaman dan atau membeli secara patungan
6.
Memperbarui dan memodifikasi metode
pembelajaran guru PAI menjadi lebih menarik dan mudah diterima siswa
7.
Meningkatkan metode selektif dalam menerima
siswa baru
8.
Memberi contoh teladan yang baik agar siswa
mampu mendapat pelajaran moral yang sebenarnya
BAB III
PENUTUP
A.
SIMPULAN
Beberapa cara mengatasi kesulitan dalam belajar dapat dilakukan dengan cara
belajar yang efektif dan efisien. Cara demikian merupakan problematika yang
perlu mendapatkan perhatian cukup serius. Orang tua dan Guru Kelas kerap kali
memberikan saran-saran kepada siswa agar rajin belajar karena rajin adalah pangkal cerdas. Orang
cerdas akan mampu mengembangkan dirinya sesuai dengan perkembangan zaman yang
serba kompleks.
Berikut ini beberapa alternatif dalam
kesulitan belajar:
- Diagnosis :
a)
Observasi Perilaku Siswa dalam Kelas
Pada tahap ini observasi
kelas dapat membantu mengurangi kesulitan dalam tingkat pelajaran, misalnya
memeriksa keadaan secara fisik bagaimana kondisi kelas dalam kegiatan belajar,
cukup nyaman, segar, sehat dan hidup atau tidak. Kalau suasana kelas sangat
nyaman, tenang dan sehat, maka itu semua dapat memotivasi siswa untuk belajar
lebih semangat lagi.
b)
Memeriksa Alat Pandang Dengar Siswa
Dalam hal ini dapat
difokuskan pada tingkat kesehatan siswa khusus mengenai alat indera. Diupayakan
minimal dalam sebulan sekali pihak sekolah melakukan tes atau pemeriksaan kesehatan
di Puskesmas/Dokter, karena tingkat kesehatan yang baik dapat menunjang
pelajaran yang baik pula. Maka dari itu, betapa pentingnya alat indera tersebut
dapat menstimulasikan bahan pelajaran langsung ke diri individu.
c) Interview
pada Wali Siswa tentang Keluarga
d)
Tes diagnostik pada bidang–bidang tertentu
Dalam hal ini seorang
guru dapat mengetahui sejauh mana IQ seseorang dapat dilihat dengan cara
menjawab pertanyaan-pertanyaan praktis dan sederhana. Dengan latihan psikotes
dapat diambil beberapa nilai kepribadian siswa secara praktis dari segi dasar,
logika dan privasi seseorang.
e) Tes
Inteligensi (oleh klinik psikologi)
a) Analisis
hasil Diagnosis, sehingga dapat diketahui secara pasti
b)
Menentukan Kecakapan Bidang bermasalah
·
Dapat ditangani oleh guru
·
Ditangani oleh guru dan orang tua
·
Tidak dapat ditangani oleh guru dan orang tua (kasus tuna grahita/lemah mental
dan kecanduan narkoba)
c)
Menyusun Program Perbaikan (Remedial Teaching)
Penyusunan program hendaklah dimulai dari
segi pengajar dulu. Seorang pengajar harus menjadi seorang yang konsevator, transmitor,
transformator, dan organisator. Selanjutnya lengkapilah beberapa alat peraga
atau alat yang lainnya yang menunjang pengajaran lebih baik, karena dengan
kelengkapan-kelengkapan yang lebih kompleks, motivasi belajarpun akan dengan
mudah didapat oleh para siswa.
Hendaklah semua itu disadari sepenuhnya oleh
para pengajar sehingga tidak ada lagi kendala dan hambatan yang dapat mempengaruhi kegiatan belajar. Selain itu tingkat
kedisiplinan yang diterapkan di suatu sekolah dapat menunjang kebaikan dalam
proses belajar. Disiplin dalam belajar akan mampu memotivasi kegiatan belajar
siswa.
·
Tujuan pengajaran remedial
·
Materi pengajaran remedial
Contoh materi
pengajaran remedial yaitu dengan cara lebih khusus dalam mengembangkan
kalimat-kalimat yang menggunakan kata-kata seperti di atas.
·
Metode pengajaran remedial
Contoh metode
pengajaran remedial yaitu dengan cara siswa mengisi dan mempelajari hal-hal
yang dialami oleh siswa tersebut dalam menghadapi kesulitan belajar.
·
Alokasi waktu pengajaran remedial
·
Evaluasi kemajuan siswa
d)
Melaksanakan Program Perbaikan
DAFTAR PUSTAKA
1. Derek , Wood. 2005. Kiat Mengatasi
Gangguan Belajar. Jogjakarta : Kata Hati
2.Munawir , Yusuf dkk .2003. Pendidikan Bagi Anak dengan Problema Belajar. Solo : Tiga Serangkai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar